Orang bilang, manusia tempatnya salah dan lupa. Pernyataan ini sudah seringkali kita dengar. Siapapun diantara kita, betapapun merasa punya ilmu dan penguasaan wawasan yang cukup, tetap saja tidak bisa lepas dari kesalahan. Memang, ketika orang melakukan kesalahan itu wajar, hanya saja, bisakah kita senantiasa bisa belajar dari kesalahan itu, mengambil hikmah dari setiap langkah-langkah yang keliru. Inilah proses yang semestinya dilalui orang yang berwatak pembelajar untuk menuju pribadi mulia. Kesalahan, memang bukan untuk ditakutkan apalagi direncanakan, kesalahan adalah sebuah pembelajaran berharga dalam kehidupan kita.
Dalam perjalanan keseharian ini, kita mungkin kerap melihat kesalahan orang lain dibanding dengan bercermin pada diri kita sendiri. Kuman diseberang lautan tampak sementara gajak dipelupuk mata tak tampak. Begitulah sifat yang barangkali masih kita miliki. Kita, begitu jelas melihat kesalahan orang lain. Dan, godaan terbesar kita adalah menyebarkan kesalahan itu kepada orang lainnya.
Inilah godaan yang sering membuat kita lalai. Kita begitu asik membicarakan kesalahan orang lain, borok-borok orang lain. Padahal, kita yakin sepenuhnya membuka aib itu sama halnya memakan bangkai saudara sendiri. Ketika kita menyadarinya dengan kadar iman yang ada, tentu tak mau melakukannya. Namun, kadang dominasi bisikan setan lebih besar dari kadar keimanan kita.
Hari ini, saya tidak bermaksud untuk menyalahkan siapa-siapa. Hanya ingin mengajak untuk melongok diri kita, dan tentunya diri saya pribadi tentang fenomena setiap kesalahan yang diperbuat oleh setiap manusia di sekitar kita. Entah kawan, saudara maupun tetangga-tetangga kita. Kita mungkin seringkali mendengar kabar keburukan orang lain. Dari sini, lantas kita sesekali ikut-ikutan menyebarkannya, padahal kabar itu belum tentu kebenarannya. Bisa jadi hanya fitnah belaka.
Jujur, saya agak berat untuk membicarakan persoalan ini. Karena, sepanjang pengingatan. Ternyata, saya juga masih saja sering spontan membicarakan keburukan orang. Kadang, malah melontarkan secara jelas siapa orangnya, sosok yang melakukan kesalahan itu. Hanya, kemudian yang terbesit dalam hati, semoga saja, setelah saya menuliskan hal ini, akan menjadi pengingat agar saya lebih berhati-hati ketika berbicara. Dan, pagi ini ijinkan saya melanjutkannya. Untuk siapapun yang pernah membaca goresan sederhana ini, ketika saya kelak kedapatan dalam mengumbar keburukan orang. Jangan segan-segan untuk mengingatkan saya. Dengan senang hati saya menerima usaha saling ingat mengingatkan dalam kebaikan ini.
Selanjutnya, mari kita belajar bersama dari sebuah nukilan kisah menarik yang diungkapkan oleh Ust Lili Nur Aulia dalam bukunya “Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami”, tentang bagaimana kita akan mengutamakan untuk bercermin dari kesalahan yang dilakukan saudara kita. Seperti yang ditanyakan kepada Hasan Al Bashri, “Siapa yang mendidik dirimu hingga menjadi baik?” Hasan Al Bashri mengatakan, “ Diriku sendiri.” “Bagaimana bisa begitu?” tanya orang itu kepadanya. Ia mengatakan, “Jika aku melihat kebaikan yang dilakukan orang lain, aku akan menirunya. Jika aku melihat keburukannya, aku berusaha menjauhi perilakunya itu”.
Begitulah, cara terbaik yang mungkin kita bisa lakukan.
Sungguh indah bukan. Kita justru bisa memetik hikmah dari kesalahan orang lain untuk menjadi pembelajaran bagi diri kita. Bagi perbaikan kualitas kemanusiaan, keimanan dan kemusliman kita. Nampaknya, persoalan ini begitu simpel, begitu remeh temeh. Tapi, rasanya tak mudah bagi kita untuk menerapkannya dalam kehidupan ini. Akhirnya, semoga kita bisa belajar dari setiap kesalahan yang ada. Bukan justru mengumbarnya sehingga melupakan momentum bahwa sebenarnya kesalahan itu justru membuat pengingat diri kita untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Sekarang, tanyakan sendiri dalam setiap hati kita, coba jujur pada nurani kita, lebih banyak mengumbar atau bercermin dari kesalahan yang ada.
0 comments:
Posting Komentar
Tolong yah Kawan untuk berbagi komentar anda di blog saya, satu kata yang anda tulis sejuta pahalanya bagi anda ^^v