Jutaan Jamaah Haji dari seluruh dunia...
Besok tanggal 9 Dzulhijah adalah ibadah puncak Haji : Wukuf di Arafah.
Tanggal 10 Dzulhijah adalah hari Nahr : penyembelihan qurban.
Marilah kita bersama mengambil HIKMAH dalam perjalanan HAJI dan QURBAN yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as, Hajar dan Nabi Ismail as.
Untuk mengenang ini Snada telah membuat Nasyid:
Belajar dari Ibrahim
Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati
Pada Allah mengaku cinta
Walau pada kenyataannya
Pada harta, pada dunia
Tunduk seraya menghamba
Reff:
Belajar dari Ibrahim
Belajar taqwa kepada Allah 2x
Belajar dari Ibrahim
Belajar untuk mencintai Allah
Malu pada Bapak para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata
Tanpa pernah mengumbar kata-kata
Jalankan perintah tiada banyak bicara
Nabi Ibrahim as Meninggalkan Hajar dan anaknya Ismail as
Nabi Ibrahim as beserta istrinya Sarah yang tinggal di Palestina sudah lama merindukan anak sampai mereka berusia lanjut. Sarah mengusulkan kepada Nabi Ibrahim as agar ia mengambil Hajar khadamnya menjadi Istri, mudah mudahan mereka bisa mendapat keturunan dari Hajar. Nabi Ibrahim menerima usulan tersebut, iapun menikahi Hajar.
Dari perkawinannya dengan Hajar lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail. Mereka sekeluarga diliputi kegembiraan demikian pula halnya dengan Sarah istri pertama nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim mendapat wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk membawa Hajar beserta putranya Ismail mengembara meninggalkan Sarah dan Palestina, mengikuti kemana kaki melangkah. Setelah sekian lama berjalan sampailah nabi Ibrahim di suatu lembah padang pasir yang sunyi tanpa manusia, tanpa air dan tanpa tanaman. Ia menerima wahyu dari Allah subhanhu wa ta’ala agar meninggalkan istrinya Hajar beserta putranya dilembah itu.
Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar ditempat itu, padang pasir yang gersang, sunyi tidak ada tumbuh-tumbuhan maupun manusia seorangpun. Nabi Ibrahim menyampaikan pada Hajar agar ia beserta putranya menetap ditempat itu, sedang ia sendiri akan melanjutkan perjalanan kembali ke Palestina.
Hajar terkejut, ia merasa bahwa tempat itu adalah tempat yang sangat tidak layak baginya, apalagi beserta seorang bayi yang masih menyusu. Ia bertanya : “Ya Ibrahim, mengapa engkau meninggalkan kami dilembah yang sunyi ini, lembah yang tidak ditumbuhi tanam tanaman dan tidak pula berpenghuni” . Ibrahim menjawab :” Demikianlah Allah telah memerintahkan padaku”. Hajar menjawab: “Ya Ibrahim, kalau itu adalah perintah Tuhanmu, maka tidak ada jalan lain selain mematuhinya. Allah tidak akan menyia nyiakan kami Dialah sebaik baik pelindung dan sebaik baik penolong”.
Dengan hati yang berat Ibrahimpun melanjutkan perjalanannya meninggalkan anak dan istrinya dilembah yang tandus, sunyi tidak ada tumbuh tumbuhan dan manusia seorangpun, ia berdo’a sebagaimana di sebutkan dalam surat Ibrahim ayat 37 :
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(Ibrahim 37)
Tempat dimana Hajar dan Ismail ditinggalkan oleh nabi Ibrahim yang dikatakan padang pasir tandus tidak ada tanam tanaman dan tidak pula berpenghuni itu , adalah kota Mekah yang sekarang . Itulah asal mula berdirinya kota Mekah yang sekarang ini. Hajar dengan bulat bulat menyerahkan dirinya pada Allah. Ia yakin bahwa Allah akan menjamin segala kebutuhannya dilembah yang sunyi itu. Dari hari kehari bekal yang dibawanya mulai menipis, persediaan air dan makanan sudah habis. Hajar terus menunggu ditengah teriknya matahari, dengan perut kosong dan haus yang mendera ia terus berdo’a mengharap datangnya pertolongan Allah baginya. Badan yang semula kuat berangsur mulai lemah, sementara anaknya Ismail yang kehausan menangis dengan suara yang semakin lemah.
Dari jauh ia melihat seolah-olah ada air yang tergenang dibukit Marwah, ia berlari meninggalkan putranya Ismail di bukit Safa. Sesampainya di Marwah ternyata air yang dilihatnya itu tidak ada, ia teringat anaknya dan bergegas kembali ke Safa, didapati anaknya tergeletak lemah, menangis kehausan. Kembali ia lihat diarah bukit Marwah ada air yang tergenang, ia kembali berlari kesana, namun sesampainya di Marwah ternyata air itu tidak ada. Ia bergegas kembali ke Safa menemui putranya Ismail yang tergeletak lemah. Demikian terus ia lakukan sampai tujuh kali, berlari antara Bukit Safa dan Marwah. Kejadian itu terus dikenang oleh semua orang yang melakukan ibadah haji dengan berjalan dan berlari kecil diantara Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Dalam keadaan letih dan hampir putus asa, tiba tiba Hajar melihat pasir dikaki putranya basah dan berair. Ia segera menggali pasir dikaki putranya itu, ternyata semakin banyak air yang keluar. Ia terus menggali, tiba tiba memancarlah air yang jernih dan sejuk, ia terkejut dan berseru : ” Zamzam, zamzam…zamzam…zamzam! yang berarti tenang… tenang.. tenanglah…” Ia segera mereguk air tersebut, menghilangkan rasa haus yang mendera. Di raupnya air tersebut dan diminumkan pada putranya Ismail. Air yang sejuk berlimpah ruah keluar dari pasir yang digalinya itu, menjelma menjadi telaga dengan air yang sejuk dan jernih. Telaga itu kita kenal sampai sekarang sebagai telaga Zamzam, yang berada didalam masjidil Haram Makah. Sebagai sumber air yang tidak pernah kering sampai sekarang memenuhi kebutuhan jemaah haji yang jumlahnya sampai jutaan orang.Telaga yang muncul ditengah padang pasir yang tandus itu menarik perhatian burung yang terbang diangkasa.
Burung gurunpun ramai datang untuk minum ketempat itu. Musyafir yang sedang berjalan dipadang pasir melihat burung yang terbang berkelompok diangkasa. Mereka yakin ditempat burung itu tentu ada air. Akhirnya rombongan musyafirpun singgah ditempat Hajar dan putranya Ismail tersebut. Lambat laun tempat itu menjadi ramai oleh musyafir yang singgah, diantaranya ada yang bermalam dan menetap ditempat tersebut. Tempat itu semakin ramai, akhirnya Hajar yang dituakan oleh para musyafir itu kehidupannya semakin baik. Kini ia telah memiliki harta dan binatang ternak yang cukup untuk kehidupannya sehari hari. Tempat itu kini kita kenal dengan nama kota Mekah, tempat berkumpul jutaan manusia setiap tahun untuk melaksanakan ibadah haji.
Nabi Ibrahim Mennyembelih anaknya Ismail
Beberapa tahun telah berlalu, Ismailpun mulai menginjak masa remaja, menjadi seorang pemuda yang sigap dan tangkas. Setiap hari ia menggembalakan ternak dan membantu ibunya Hajar memenuhi kebutuhan sehari hari. Nabi Ibrahim yang sudah lama tidak berjumpa dengan Hajar beserta putranya Ismail mulai merasakan kerinduan. Ia sangat ingin bertemu dengan putra dan istrinya tersebut. Ia pun berangkat dari Palestina menunju lembah Bakkah (Mekah) tempat ia meninggalkan Hajar beserta putranya dahulu.
Ia tercengang tempat yang dahulu sunyi sepi tidak berpenghuni dimana ia meninggalkan istri dan anaknya kini telah ramai dan penuh penduduk. Tidak sulit baginya menemui tempat istri dan anaknya, karena Hajar adalah orang yang dihormati dan dituakan di kota itu. Ia tidak menemui istri dan anaknya dirumah, ia mendapat penjelasan bahwa istri dan anaknya ada disuatu tempat menggembalakan ternaknya yang berjumlah sangat banyak. Nabi Ibrahim menyusul Hajar dan Ismail ketempat tersebut. Akhirnya ia bertemu dengan anak dan istrinya disuatu tempat yang dikenal sekarang dengan nama padang Arafah. Mereka berpelukan melepaskan kerinduan, maklum sudah lama sekali mereka berpisah.
Padang Arafah sekarang menjadi tempat wukuf bagi jama’ah haji. Wukuf dipadang Arafah merupakan syarat syahnya ibadah haji. Tidak ada haji bagi orang yang tidak melakukan wukuf dipadang Arafah.
Setelah matahari terbenam sore hari Nabi Ibrahim beserta istri dan anaknya kembali ke Mekah tempat tinggal mereka. Mereka berhenti disuatu tempat yang sekarang di namai Muzdalifah ( dalam qur’an disebut Masy’aril haram) , karena letih mereka tertidur disitu. Dalam tidurnya Ibrahim bermimpi bahwa Allah memerintahkannya untuk menyembelih putranya Ismail sebagai Qurban. Setelah terbangun, ia membisikan kepada anaknya Ismail: ” Hai anakku, aku bermimpi diperintahkan Allah untuk menyembelihmu, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?”. Ismail menjawab tanpa ragu sedikitpun: ” Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah itu insya Allah aku akan tabah menerimanya”. Dialog antara Ibrahim dan putranya Ismail tentang ini di Muzdalifah di abadikan dalam surat As Shaffat ayat 102 :
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.( As Shaffat 102)
Mereka telah sepakat dan bertekad bulat untuk melaksanakan perintah Allah tersebut, walaupun sangat berat. Mereka segera berangkat menuju suatu tempat yang berbukit-bukit yang sekarang dikenal dengan sebutan Mina. Sebelum sampai ditempat itu ditengah jalan mereka bertemu seorang tua yang bertanya :” Hendak kemana kalian hai Ibrahim sepagi ini sudah berada ditempat ini”. Nabi Ibrahim menjelaskan bahwa ia mendapat perintah untuk menyembelih putranya sebagai Qurban. Orang itu menasehati dan mencegah Ibrahim serta putranya dari melaksanakan perintah itu. Ibrahim sadar bahwa orang itu bukanlah manusia tetapi syetan yang menyamar yang berusaha mencegahnya dari melaksanakan perintah Allah. Ia melempari orang itu dengan batu. Tempat kejadian itu sampai sekarang menjadi tempat melempar jumrah yang pertama bagi jemaah haji (jumratul uula).
Nabi Ibrahim dan Ismail terus melanjutkan perjalanannya, kurang lebih 400 meter dari tempat itu, ia bertemu lagi dengan orang lain untuk kedua kalinya. Orang itupun menanyakan keperluanya, ia menjelaskan maksudnya untuk mengorbankan putranya. Orang itupun menasehati dan mencegahnya dari melakukan perintah Qurban itu. Ibrahimpun sadar bahwa orang itu bukanlah manusia, ia melempari orang itu dengan batu. Tempat kejadian itu sekarang menjadi tempat melempar jumrah yang kedua bagi jamaah haji (jumratul wustho).
Selanjutnya Nabi Ibrahim meneruskan perjalanannya untuk melaksanakan perintah Qurban itu. Kurang lebih 400 meter dari tempat tersebut ia bertemu lagi dengan seorang yang lain. Orang itu menanyakan keperluannya hingga sepagi ini sudah berada ditempat itu. Ibrahim menjelaskan maksudnya untuk mengurbankan putranya Ismail. Kembali orang itu menasehati dan mencegahnya. Ibrahim yang sadar bahwa orang itu bukan manusia , melempari orang itu dengan batu hingga lari terbirit birit. Tempat itu sekarang menjadi tempat melempar jumrah untuk yang ketiga kalinya bagi jamaah haji (jumratul aqabah). Demikianlah hingga nabi Ibrahim sampai disuatu tempat yang disebut bukit Malaikat di daerah Mina, dimana nabi Ibrahim akan melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih leher putranya Ismail.
Keduanya telah bersiap, Ibrahim telah bersiap dengan pedang yang tajam demikian pula Ismail sudah bersiap merebahkan dirinya diatas sebuah batu yang besar. Ismail mengusulkan kepada ayahnya agar mengikat kedua tangan dan kakinya, dan baju yang melekat ditubuhnya dibuka dan ditutupkan kewajahnya, agar ayahnya tidak terlalu menderita melihat wajahnya pada waktu penyembelihan. Ismailpun mengucapkan salam selamat tinggal kepada ayah dan ibunya.
Tibalah saatnya untuk melaksanakan penyembelihan itu, baru saja Ismail merebahkan lehernya diatas batu dan Ibrahim telah siap untuk menebaskan pedangnya keleher anaknya itu, tiba tiba dari puncak bukit terdengar suara memanggil namanya:” Hai Ibrahim sungguh engkau telah siap untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam mimpimu, Kami akan membalas kamu setimpal dengan ketaatanmu itu ”.
Ibrahim segera menoleh ketempat datangnya suara itu, ia melihat satu Malaikat turun kebawah membawa seekor kibasy yang gemuk dan sehat. Malaikat itu berkata:” Hai Ibrahim sembelihlah kibasy ini sebagai ganti anakmu Ismail, makanlah dagingnya , jadikanlah hari ini hari raya bagimu berdua, dan sedekahkanlah sebagian dagingnya untuk fakir miskin sebagai qurban” .Darahpun tertumpah diatas batu membasahi bumi, bukan darah Ismail, tapi darah seekor kibasy yang gemuk dan sehat sebagai ganti Ismail. Begitulah caranya Allah menebus qurban Ibrahim dan Ismail, Allah menebusnya dengan penyembelihan yang Agung.
Bahkan tidak cukup hanya dengan seekor kibays, setiap tahun umat Islam didunia menebus pengurbanan Ibrahim dan Ismail ini dengan menyembelih ribuan ekor kibasy, unta dan sapi diseluruh dunia sampai hari kiamat kelak. Kejadian ini diabadikan Allah dalam surat as Shaffat ayat 103-110
103- Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).104- Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,105- sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.106- Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.107- Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.108- Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,109- (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.110- Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(As Shaffat 103-110)
Mendirikan Ka’bah
Setelah kejadian peristiwa penyembelihan yang agung itu nabi Ibrahim kembali ke Palestina tempat istrinya Sarah dan putranya Ishak bermukim. Beberapa tahun telah berlalu, pada suatu hari nabi Ibrahim menerima perintah untuk berangkat menemui Ismail di Mekah guna mendirikan rumah Allah disisi telaga zamzam. Ibrahimpun berangkat menuju Mekah. Ia bertemu dengan putranya disisi telaga zamzam. Setelah bercakap-cakap saling melepaskan rindu, Ibrahim membisikan kepada ismail tentang perintah yang diterimanya dari Allah:” Hai anakku, kepadaku telah diperintahkan oleh Allah untuk mendirikan sebuah rumah ibadah ditempat yang agak tinggi itu”. Mendengar perintah itu, nabi ismail segera menundukkan wajahnya tanda tunduk dan taat kepada Allah dan orang tuanya sendiri.
Segera mereka berdua menuju tempat yang ditunjuk nabi Ibrahim. Mulailah keduanya dengan kedua kaki dan tangannya meratakan dan meninggikan tanah, mengumpulkan batu dan pasir membangun rumah Allah (Baitullah atau Ka’bah). Sambil bekerja mendirikan bangunan rumah Allah tersebut, dengan bersimbah peluh mereka berdua berdo’a sebagaimana disebutkan dalam surat al Baqarah ayat 127-129:
127- Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.128- Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.129- Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Al Baqarah 127-129)
Do’a itu diucapkan sambil berdiri disuatu tempat dekat rumah yang sedang dibangun itu, tempat itulah yang sekarang kita kenal dengan sebutan Maqam Ibrahim. Setiap orang yang melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah dianjurkan untuk melakukan sholat sunah dua rakaat dan berdo’a di Maqam Ibrahim itu, sehingga tempat tersebut menjadi rebutan dan tidak pernah sepi dari orang yang shalat sejak dahulu sampai sekarang bahkan sampai hari kiamat nanti.
Ibrahim dan Ismail terus bekerja membangun rumah tersebut. Setelah rumah itu hampir selesai ternyata masih dibutuhkan sebuah batu lagi. Akhirnya Ibrahim menemukan sebuah batu yang luar biasa, berwarna hitam mengkilap. Karena gembiranya Ibrahim dan Ismail menciumi batu tersebut sambil berjalan mengelilingi bangunan rumah ibadah tersebut, lalu memasang batu tersebut pada tempat seperti yang sekarang, batu tersebut disebut Hajar Aswad ( Batu Hitam)
Setelah rumah itu selesai Allah mengajarkan kepada Ibrahim dan Ismail cara cara beribadat kepadanya. Ibadah yang diajarkan kepada Ibrahim dan Ismail itulah yang diajarkan oleh para Nabi dan Rasul sesudahnya , juga yang diajarkan nabi Muhammad saw, yaitu ibadah sholat, puasa, zakat, dan haji, sebagaimana disebutkan dalam surat al Baqarah ayat 125-126:
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud”.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (Al Baqarah 125-126)
Selanjutnya Allah memerintahkan kepada nabi Ibrahim untuk menyeru manusia mengerjakan ibadah haji ke Baitullah yang telah dibangun Ibrahim beserta Ismail itu sebagaimana disebutkan dalam surat Al Haj ayat 26-28:
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud.
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. ( Al Hajj 26-28)
Kisah di atas semua itu diabadikan dalam pelaksanaan Ibadah Haji sampai sekarang dan akan terus dilakukan oleh kaum Muslimin sampai hari Kiamat nanti.
Allah telah mengabulkan do’a nabi Ibrahim tatkala ia meninggalkan istrinya Hajar dan putranya Ismail di lembah tandus, yang tiada bertanam tanaman dan berpenghuni. Kini lembah gersang dan sunyi itu telah menjadi kota Makah yang tidak pernah sepi dari kunjungan manusia. Kabah yang dibangun nabi Ibrahim dan nabi Ismail setiap saat dikunjungi orang dari segala penjuru dunia. Selalu ada orang yang tawaf dan sholat ditempat itu setiap saat. Setiap tahun tempat itu dikunjungi jutaan umat manusia untuk melakukan ibadah haji sebagaimana yang telah diajarkan Allah kepada nabi Ibrahim.
Pelajaran dari kisah nabi Ibrahim dan Ismail
Dalam kisah Ibrahim dan Ismail diatas ada pelajaran berharga bagi orang Mukmin yang mau mengambil pelajaran. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah nabi Ibrahim dan Ismail yang menjadi dasar bagi pelaksanaan ibadah Haji tersebut diatas antara lain:
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat patuh pada Allah, ia patuh menjalankan semua perintah Allah betapapun beratnya. Kepatuhan ini dikuti pula oleh istri dan anaknya Hajar serta Ismail.
Nabi Ibrahim sangat memahami bahwa apapun perintah Allah subhanhu wa ta’ala wajib ditaati, walaupun bertentangan dengan akalnya, karena Allah Maha Mengetahui dan manusia tidak tahu. Allah Maha Kuasa dan Manusia tidak punya Kuasa. Sehingga jawabannya tidak lain adalah kami MENDENGAR dan kami TAAT.
”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Annisa : 59)
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS Al Ahzab :36)
”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS Al Anfa : 24)
”Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An Nur : 51)
Apa yang diperintahkan Allah kepada kita seperti shalat, puasa, zakat, haji, membaca Qur’an, sedekah, Dzikir, Tasbih, belumlah seberat apa yang diperintahkan dan dilaksanakan Ibrahim seperti meninggalkan anak dan Istrinya dilembah yang tandus, gersang dan tidak berpenghuni serta melakukan pengorbanan dengan menyembelih putranya Ismail.
Apa yang dilakukan nabi Ibrahim dan keluarganya adalah suri teladan bagi orang yang mau mendekatkan dirinya pada Allah. Seberat apapun perintah yang diberikan Allah kepada kita, kalau kita patuh dan sabar menjalankannya, Allah pasti akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Ibadah haji dan kemakmuran yang diberikan Allah pada kota Makah dewasa ini adalah buah dari ketakwaan dan kepatuhan nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah.
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS Ath Thalaq :2-3)
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al A’raf : 96)
Kehidupan orang ber-Iman adalah kehidupan jangka panjang, yang tidak mengenal akhir waktu. Sabar dan tawakkal menghadapi kesulitan dan cobaan Allah pada saat ini pasti akan berbuah manis dimasa yang akan datang. Mereka selalu memperhitungkan semua tindakan dan perbuatannya, mereka sadar bahwa kelak mereka akan dimintai pertanggungan jawab atas semua perbuatannya di akhirat. Kehidupan orang yang tidak ber-Iman adalah kehidupan jangka pendek, mereka hanya hidup untuk dunia saja. Mereka menganggap ujian dan cobaan di dunia sebagai azab. Mereka berusaha membebaskan diri dari berbagai cobaan dan ujian itu dengan menghalalkan segala cara, mereka tidak peduli dengan akibat buruk yang akan mereka terima dimasa yang akan datang, sebagai akibat amalan dan perbuatan mereka selama ini. Mereka tidak takut bahwa mereka akan dimintai pertanggungan jawab atas apa saja yang telah mereka perbuat di dunia ini.
Wallahu a’lam bi showab
0 comments:
Posting Komentar
Tolong yah Kawan untuk berbagi komentar anda di blog saya, satu kata yang anda tulis sejuta pahalanya bagi anda ^^v