Cari Blog Ini

Minggu, 02 September 2012

0 Sabar Dalam Penantian


.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlah ku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan
[Nasyid : Dans-Penantian]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Aktivitas hari ini rasanya membuat ku terasa letih. Hari Sabtu memang berbeda dari hari biasanya. Sepulang kerja aku harus memberi privat disebuah bimbingan belajar yang letaknya lumayan jauh dari tempat kerja ku. Selasai memberikan privat aku juga masih harus mengajar adik-adik TPA dimasjid kampung ku. Alhamdulillah Allah masih memberi ku kekuatan untuk menjalani semua rutinitas yang memang harus aku lakukan untuk mencukupi kebutuhan ku dan setidaknya sedikit bisa membantu keluarga ku dan biaya sekolah adik ku.

Diatas singgasana cahaya mentari kian memudar, senjapun kian merona. Ah… ternyata sudah hampir maghrib. Selesai shalat maghrib aku langsung menuju kamar. Ingin sesekali merebahkan tubuh ini melepas segala lelah.

Sejenak ku pandang cermin dikamar ku. Ada sosok wajah yang hadir dalam kaca itu. Ku cermati perlahan-lahan wajah itu. Ku coba elus-elus sosok bayangan yang hadir dalam kaca itu.

“Itukah wajah ku yang sudah nampak layu?”

Ku alihkan pandangan ku kesebuah foto disebelah cermin dinding. Yah, foto ku sepuluh tahun silam bersama teman-teman sekolah diRohis. Tiba-tiba aku terbawa dalam lamunan, mengingat masa-masa sepuluh tahun yang lalu. Saat aku rasakan indahnya kebersamaan dan kekeluargaan bersama teman-teman seperjuangan. Saat itu kami baru semangat-semangatnya belajar ilmu agama. Bagaimana berjilbab yang sesungguhnya, bagaimana harus bergaul dengan lawan jenis dan terlebih bagaimana agar aku bisa menjadi sosok akhwat sejati. Begitu indahnya saat-saat itu, saat tertawa, saat berduka, itulah bagian dari lika-liku perjuangan yang harus aku jalani. Tiga tahun kami bersama menikmati masa-masa mencari jati diri.

Lulus sekolah aku dan teman-teman berpisah karena amanah kehidupan yang berbeda-beda. Ada yang melanjutkan kuliah, ada yang kerja keLuar Negeri, ada juga yang mencari kerja dikota ternama. Dan aku saat itu memutuskan untuk membantu ibu berdagang dipasar sambil mencari pekerjaan. Alhamdulillah selang enam bulan aku sudah mendapatkan pekerjaan yang tak jauh dari tempat tinggal ku. Meski kami jauh, aku akan selalu mengingat teman-teman ku, karena mereka sudah ku anggap keluarga ku sendiri. Aku juga masih teringat lima tahun yang lalu, teman-teman ku banyak yang sudah menyempurnakan separoh diennya. Begitu bahagianya hati ku kala menerima undangan pernikahan mereka. Hanya aku yang kala itu mungkin belum memikirkan pernikahan, karena aku ingin bekerja untuk membantu biaya sekolah adik ku. Saat ditinggal ayah, ibulah yang menggantikan nahkoda dikeluarga ini.

“Rin… rin…”

Suara ibu tiba-tiba menggugah lamunanku.

“Kenapa kamu pandangi foto itu terus, kangen ya dengan teman-teman lamamu?” tanya ibu yang suaranya terlihat letih karena habis pulang dari pasar.

“Nggak kenapa-napa kok bu…” jawabku sambil gugup.

“Rin… orang-orang kampung sudah banyak menanyakan, kenapa Rin kok belum menikah? Padahal usia Rin juga sudah tua? Teman-teman Rin yang ada difoto itu juga sudah pada nikah semua kan?” kata ibu sambil berlalu dari ku.

Aku hanya diam saja sambil ku elus-elus foto didepan ku, dan tak terasa butiran-butiran kristal keluar dari mata ku. Ingin ku mengadu kehadirat-Nya,

“Ya Allah kenapakah Engkau juga belum mempertemukan ku dengan pendamping hidup ku?”

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Sabarkanlah ku menanti pasangan hati
Tulus kan ku sambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini
[Nasyid: Dans-Penantian]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Malam ini selasai isya’ suasana terasa sangat hening. Ingin rasanya sesekali mengajak adik untuk jalan-jalan keluar rumah menikmati suasana malam minggu. Ku pandangi sekeliling, banyak orang-orang yang juga memanfaatkan malam akhir pekannya bersama keluarga dengan naik mobil, ada juga yang naik motor bersama pasangannya. Ku nikmati suasana malam itu bersama adik ku pergi kepasar malam, dengan naik sepeda mini peninggalan Ayah. Ada banyak jenis mainan, mulai dari kereta mini, pesawat putar, dan berbagai macam jenis makanan juga ada.

“Mbak, aku mau naik kereta mini boleh kan?”

“Boleh. Yuk kita ke pembelian karcis”

Ku penuhi keinginan adik ku, meski kini uang ku sudah menipis. Dani adalah adik ku satu-satunya yang kadang selalu menghibur ku dikala aku dalam kesedihan. Seharusnya aku yang menghiburnya. Karena diusianya yang masih belia nan imut-imut, ia sudah ditinggal ayah pergi untuk selama-lamanya, disaat ia seharusnya membutuhkan sentuhan dan kasih sayang seorang Ayah.

Aku Cuma duduk saja sambil menunggu Dani selesai naik mainan kereta mini. Ku coba-coba mengamati apa yang ada dipasar minggu.

“Hmm… Bau nasi goreng yang sedap”

Sejenak ku alihkan pandangan ku kesebuah warung nasi goreng. Ingin ku merasakannya, tapi apa boleh buat, uang ku sudah menipis. Tiba-tiba aku termenung melihat pasangan muda makan dengan saling menyuapi. Makan sepiring untuk berdua, sungguh menyenangkan. Aku membayangkan, andai itu aku dan pendamping hidup ku, alangkah indahnya. Tak terasa perlahan air mata ini menitik-nitik hingga menetes dijilbab ku. Sesekali ku hembuskan nafas untuk menahan air mata ini.

“Mbak… Mbak nangis ya…”
“Eh… Nggak… nggak napa-napa. Sudah selasai ya”

Dengan agak gugup aku menjawab sapaan adik ku, untuk mengela atas air mata yang tiba-tiba keluar.

“Dik, kita pulang yuk… sudah malam nanti ibu malah marah lagi”

Sampai dirumah aku langsung kekamar. Tak taunya, pandangan diwarung nasi goreng tadi masih terangan-angan dibenak ku.

Jam didinding menunjukkan pukul 00.30, sementara aku belum juga bisa tidur. Perkataan ibu sore tadi membuat ku resah dan gelisah. Tapi apa boleh buat, aku hanya bisa berikhtiar kehadirat-Nya dan bersabar atas cobaan ini. Biarkan semua orang mengatakan aku sebagai perawan tua, asal aku bisa menjaga kehormatan ku ini. Malam ini aku ingin bermunajat kepada-Nya. Memohon ketenangan hati, agar segala harapan ku selama ini cepat terpenuhi. Dalam do’a ku mohon kepada-Nya :

Rabbi teguhkanlah ku dipenantian ku ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi do’a dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata kepada-Mu
[Senandung : Dans-Penantian]

Lika-liku kehidupan seiring dengan rentangnya waktu ku telusuri dengan pasti tiada henti. Walau aral rintang kan menghadang, mengekang, menembus sepi. Kan kusandarkan amal dan pintaku kehadirat Ilahi Rabbi yang mengukir elok nan indah masa depanku. Rabbi…. kuatkanlah ku dalam menghadapi penantian ini. Ijinkan aku tuk selalu mencintai-Mu, walau apa yang selama ini yang ku harapkan belum jua kutemui. Tapi, bisa mencintai-Mu adalah sebuah kebahagiaan bagiku tersendiri.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

“Allahuakbar… Allaahuakbar…”

Suara adzan subuh memecahkan alam sunyi. Terdengar kokok ayam yang ikut menghiasi dini hari. Aku masih mengenakan mukenah, tersungkur tidur diatas sajadah yang menemani ku bermunajat, berdo’a disepertiga malam tadi. Segera ku beranjak dari kamar ingin membangunkan ibu dan adik untuk shalat subuh berjamaah dimasjid.

Subhanallah… ku lihat ibu masih duduk diatas sajadahnya, sementara adik ku masih tertidur diatas dipan yang terbuat dari anyaman bambu . Pelan-pelan ku sapa beliau.

“Bu… Ibu…”

Ternyata ibu juga tertidur diatas sajadahnya hingga tidak mendengar suara ku. Ku dekati beliau, tapi hati ini sepertinya tak kuasa membangunkan beliau. Ku pandangai mukenah ibu terlihat basah karena cucuran air mata yang beliau keluarkan. Aku masih teringat mukenah yang ibu kenakan adalah pemberian ayahanda saat kelahiran adik ku Dani 15 tahun yang lalu. Dan kini mukenah itu sudah terlihat lusuh, warnanya pun sudah berubah. Tapi ibu masih saja senang mengenakan mukenah itu untuk sholat. Meski ibu tidak bisa membaca Al Qur’an, tapi beliau adalah orang yang jarang meninggalkan shalat tahajud. Kadang beliau juga berkata kepada ku.

“Rin… tiap selesai sholat jangan lupa do’akan ayah mu, dan untuk keluarga. Semoga Allah selalu memberikan kebaikan untuk keluarga kita. Ibu juga akan selalu mendo’akan untuk anak-anak ibu, agar Rin cepat mendapatkan pendamping hidup”

Mungkin kini aku baru tahu, mukenah yang terlihat lusuh itu nampak basah karena cucuran air matanya mendo’akan ku dan untuk kebaikan keluarga.

“Pyarrrrrrrrrr…”

Tak sengaja tangan ku menyenggol gelas diatas meja, membuat ibu dan adik ku terbangun.

“Ada apa Rin…?”
“Engg… ini… bu… ee… nggak sengaja tadi tangan ku nyenggol gelas ibu”

Jawab ku sambil terbata-bata.

“Maaf ya bu…”
“Tidak apa-apa, tapi lain kali hati-hati?! Oh ya… sudah subuh belum?”
“Baru selesai adzan bu…”
“Kita kemasjid yuk. Dani sayang,… ayo ambil sarung dan pecinya”

Kata ibu sambil melipat sajadahnya.

Begitulah perangai ibu. Beliau orang yang sabar, yang dengan kesabarannya beliau bisa membesarkan dan merawat kami tanpa ayah.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Perjalanan hidup seorang ibu
Penuh derita susah nan payah
Bersabar menapaki takdir-Nya
Tulusnya hati cinta Ibunda
[Nasyid : Tazakka – Kasih Ibunda]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Usai shalat subuh, aku bantu ibu menyiapkan sayur-sayuran yang akan dijual kepasar. Meski hasil dagangan tak begitu besar, tapi Alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Disudut lain nampaknya jalan juga sudah mulai ramai oleh orang-orang yang akan pergi kepasar. Pasar Bestari, sebuah pasar Tradisional yang lumayan terkenal didaerah Sidoarjo. Selain tempatnya tertata dengan rapi dan terjaga akan kebersihannya, pasar Bestari juga pasar terlengkap sehingga membuat pembeli mudah mendapatkan apa yang diinginkan.

“Rin… ibu berangkat kepasar dulu ya. Jangan lupa sebelum berangkat Dani suruh sarapan dulu”

“Iya bu…”

Perlahan, ibu beralalu dari bayangan ku, dengan sepeda tua dan “beronjong” yang penuh sayuran ibu kayuh kepasar. Diusianya yang lumayan tua, ibu masih rela melakukan rutinitas berdagang dipasar hanya untuk mencukupi kehidupan keluarga. Tapi mungkin inilah takdirnya sebagai kepala keluarga dan ibu rumah tangga.

Ungkapan “Kasih Ibu Sepanjang Masa” memang benar-benar hanya pantas diberikan kepada beliau. Cinta kasihnya yang beliau berikan kepada anak-anaknya tiada pernah habis meski kami selaku anak banyak mengecewakan dan belum bisa memberikan kebahagiaan buat beliau. Terbukti waktu ibu mengandung, dengan cintanya ibu menjaga kandungannya. Ketika usia kehamilan semakin membesar, beliau susah sekali untuk tidur. Dan ketika yang ada didalam kandungannya lahir, begitu bahagianya ia menanti saat-saat itu. Sungguh sapaan tangisan sang bayi membuat ibu menitik-nitik air mata kebahagiaan. Dalam kehangatan dekapannya membuat sang bayi merasa nyaman disisinya. Pantas saja ketika Rasulullah ditanya “Kepada siapakah yang lebih berhak aku berbakti?” beliau menyebut “Ibumu… Ibumu... Ibumu...” sampai tiga kali. Maka persaksikanlah ibu, surga ada dibawah telapak kakinya.

Setalah sarapan aku pun berangkat kerja. Beginilah nasib ku, salah seorang yang kerja disebuah Toko Pakaian, meski hari minggu tetap masuk. Tapi dihari minggu aku biasa pulang jam 12.00, setelah itu aku bisa jaga kios ibu dipasar Bestari. Sudah menjadi kebiasaan beberapa ibu-ibu muslimah yang punya kios dipasar Bestari, adalah pengajian rutin ibu-ibu dimasjid Al Huda Bestari ba’da sholat dhuhur tiap hari minggu.

Panas matahari terasa menyengat, merasuk keseluruh sendi-sendi. Ku kayuh sepeda mini peninggalan ayahanda menuju kios ibu dipasar Bestari.

Tiba jua dikios ibu. Kios ibu memang tidak seluas dengan kios-kios yang lain. Tapi meskipun demikian, kios inilah yang memberikan hasil penghidupan bagi keluarga kami.

“Assalamu’alaikum…”

Ku sapa ibu ku yang sedang melayani pembeli.

“Wa’alaikumussalam...”

Terlihat ibu dan para pembeli serentak membalas salam ku.
Ku salami ibu dan ku cium tangannya sebagai ungkapan bakti anak kepada ibunya.

“Ini anak ibu Mirah?”
Tanya salah satu pembeli kepada ibu ku.
“Iya benar. Ini anak ku yang pertama”

Jawab ibu ku sambil membungkus sayur yang mau dibeli.

“Ternyata ibu punya anak perawan ya, cantik lagi. Sudah nikah belum nak?”
“Hmmm… dia masih suka bekerja”

Sela ibu ku dengan senyumnya.

“Bagaimana kalau saya kenalkan dengan putra ku bu? Putra ku sekarang kerja sebagai manajer disalah satu perusahaan Garment lho”

Tiba-tiba ibu mengalihkan pandangannya kepada ku.

“Terima kasih bu atas tawarannya. Masalahnya Rin masih senang bantu-bantu ibunya dipasar. Mungkin anak bu Mirna bisa dikenalkan dulu dengan wanita yang sudah siap untuk menikah”

Dengan senyumannya yang mengembang, spontan ibu belum bisa menerima tawaran bu Mirna.

“Ya sudah bu, ga pa pa. Semoga anak ibu mendapatkan yang terbaik”

Sela bu Mirna dengan perlahan-lahan sambil meninggalkan kios ibu bersama para pembeli yang lain.

Hati ku semakin galau, seakan-akan ada kesempatan yang hilang begitu saja dari ku. Meski aku belum tau anak bu Mirna seperti apa, tapi setidaknya bisa dinilai dari bu Mirna yang begitu lembut dan santun. Beliau pun juga sudah mengenakan kerudung. Tapi kenapa ibu tidak menerima tawarannya?!

“Riin… Nanti ada yang mau ambil gula. Barangnya ibu taruh diatas meja, didalam plastik hitam. Namanya pak Salamun. Jumlah total uangnya Rp. 56.000”
“Ya bu…!!” jawab ku dengan ketus.
“Eeh… kamu kenapa Rin, kok jawabnya seperti itu??!!”
“Gak kenapa-napa kok bu...!?”
“Marah ya sama ibu? Buktinya kamu kelihatan cemberut?!”

Perlahan ibu mendekati ku, mengelus-elus pundak ku, kemudian mendekap ku, seakan aku merasakan kasih sayangnya, seperti air yang menyirami taman dihati.

Dengan lirih ku mencoba berkata kepadanya.

“Bu… kenapa ibu tidak menerima tawaran ibu Mirna? Ibu sendiri kan yang selalu berdo’a agar Rin bisa cepat menemukan pasangan hidup Rin…?”
“Rin…. Ibu tau kamu ingin sekali cepat menemukan pasangan hidup mu. Tapi Ibu juga ingin Rin mendapatkan yang terbaik”

Aku tak bisa berkomentar terhadap apa yang ibu katakan kepada ku. Selama ini Ibu sudah ku percaya sebagai wanita yang begitu baik. Barangkali ibu mengharapkan agar pendamping hidup ku nanti setidaknya orang yang bisa menjadi sosok menantu juga sebagai kepala keluarga menggantikan almarhum ayahanda. Toh aku juga belum tau anak bu Mirna seperti apa, meski dia seorang manajer disebuah perusahaan, barangkali akhlaknya tidak sesuai dengan yang ibu harapkan. Tapi itulah ibu… beliau jarang mengutarkan kejelekan orang lain. Setidaknya aku bangga bisa menjadi anaknya.

“Rin… ibu berangkat pengajian dulu ya. Sudah jam 12.45. Takutnya ibu telah pengajian. Jangan lupa pesan ibu tadi.”

Seketika bayangan ibu kian memudar dari pandangan ku.

Sungguh aku bersyukur diciptakan-Nya dari sosok wanita mulia. Meski kehidupan kami cukup sederhana, tapi kesederhanaan itulah yang membawa butir-butir cinta.

Udara yang panas seakan-akan membuat badan terasa “gerah”, dan seisi ruangan pun ikut menjadi saksi atas cuaca siang ini.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Hadirnya tanpa ku sadari
Menggamit kasih cinta bersemi
Hadir cinta insan pada ku ini
Anugerah kurniaan Ilahi
[Dehearty : Permata yang Dicari]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

“Assalamu’alaikum…”

Terdengar sapaan salam seorang laki-laki dari depan kios.

“Wa’alaikumussalam…”

Kemudian dia masuk kios berjalan mendekati ku. Mata kami saling memandang. Entah mengapa hati ini berdebar dan lidah ini sulit untuk berucap. Didepan ku ada seorang pemuda yang begitu tampan, dengan wajah agak bulat dan berjenggot tipis. Kacamata yang dikenakannya menambah kemanisan raut wajahnya yang putih. Sesekali hanya senyuman menipis yang ku berikan untuk sedikit mencairkan kekakuan. Diapun juga membalas senyuman untuk ku. Hatiku serasa semakin tenteram dan bahagia. Seakan aku menemukan sebuah harapan. Tapi kemudian dia memberanikan diri berkata kepada ku.

“Maaf saya putranya pak Salamun, disuruh Abah untuk mengambil gula yang sudah kami pesan”
“E… e… eh… ya… sudah kami siapkan”

Dengan gugup ku mencoba mencari gula yang sudah ibu siapkan tadi. Sesegera ku berikan gula itu kepadanya. Pandanga ku tak bisa menipu. Tapi ku berusahan menundukkan padangan untuk menjaga perasaan ku.

“Uangnya berapa mbak?”

Duuh… kenapa tiba-tiba aku jadi lupa pesan ibu. Berapa tadi uang yang harus dibayarnya. Sejenak, ku mengingat-ingatnya.

“Engg… ini… totalnya Rp. 86.000”

Sesegara dia mengambil uang dari dompetnya dan memberikannya kepada ku. Kemudian dia mengucapkan terima kasih serta salam lalu dan berlalu meninggalkan kios.

Rabbi… ada apa dengan hati ini? Apakah ini namanya cinta? Baru pertama kali melihatnya ada getar jiwa yang begitu dalam. Kenapa tadi aku tidak menanyakan namanya?

“Ya Allah… jika dia benar untuk ku dekatkanlah hatinya dengan hatiku. Jika dia bukan milik ku damaikanlah hati ku dengan ketentuan-Mu”

“Assalamu’alaikum…”

Salam ibu memecahkan ketermenungan ku.

“Wa’alaikumussalam…”

Sudah jam 16.00, pantesan ibu sudah pulang. Rasanya hari ini begitu cepat beralalu.

“Gimana Rin… pesanan pak Salamun sudah diambil?”

“Alhamdulillah sudah bu, ini uangnya.”

Dengan raut wajah yang senang ku berikan uang tadi kepada ibu.

“Lho kok uangnya lebih? Pak Salamun nambah gulanya lagi ya?”

“Eemmm… tidak tu bu. Memang total sebenarnya berapa bu?”

Sela ku sambil membela diri.

“Tadi ibu kan sudah bilang sama Rin, kalau totalnya Rp. 56.000. Ini yang Rin berikan sama ibu ada Rp. 86.000”
“Astaghfirullaahal’adzim… maaf bu Rin lupa”
“Ya sudah besok biar ibu kembalikan sisanya kerumah Pak Salamun. Kan uang yang sisa bukan hak kita, dan haram bagi kita mengambil barang yang bukan hak kita”
“Ee… biar Rin saja bu besok yang ngantar sisanya kerumah Pak Salamun. Tapi rumah Pak Salamun mana ya bu?”
“Rumahnya dikampung Asri. Beliau ketua RW. 04. Kampungnya sebelah area pasar Bestari. Paling cuma setengah kilo dari sini”

Ku menawarkan diri kepada ibu mengantarkan kembalian uang kerumah Pak Salamun hanya ingin bisa bertemu dengan Pemuda yang sekarang bayangannya selalu hadir dalam pikiranku.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Untaian bintang berkedip benderang
Menghias angkasa yang gulita
Coba aruingi malam yang sunyi
Dalam dzikir ku hati ku pada-Nya
Ya Allah kini malam-Mu tlah singgah
Didalam hati hamba-Mu yang resah
[Muhasabah : Algina T]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Malam ini aku duduk didepan rumah. Memandangi langit yang nampak begitu cerah, bintang-bintang berkedip-kedip menambah indahnya malam yang gulita. Aku termenung, bayang-bayang ikhwan yang datang dikios ibu sore tadi masih saja memenuhi pikiran ku. Seakan-akan diri ini ingin sekali dialah yang akan menjadi pendamping hidup ku. Tapi apakah dia mau menerima ku, yang sebenarnya usia ku juga sudah lumayan tua, selain itu kehidupan ku juga cukup sederhana. Sementara dia kelihatannya masih begitu muda, anak tokoh masyarakat pula. Ah… jodoh kan tak memandang status maupun usia. Tapi, memang tak bisa ku pungkiri baru pertama kali aku melihatnya aku sudah jatuh hati.

Hati ku semakin resah dan gelisah. Menanti hari esok. Esok aku akan datang kerumahnya untuk mengembalikan sisa uang pembelian gula. Apa lebih baik aku akan mengungkapkan perasaan ku langsung kepadanya? Bukankah dulu juga pernah ada wanita yang datang kepada Rasulullah ingin mengutarakan perasaan hatinya kepada seorang laki-laki?!

“Ya Allah yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ku untuk selalu dijalan-Mu”
“Rin…. Sudah malam, kok masih duduk-duduk didepan rumah?”
“Sebentar lagi bu…”

Panggilan ibu membuyarkan kegelisahan ku. Sesegara ku masuk kerumah. Ku dekati ibu yang masih sibuk memilah-milah sayuran yang tersisa. Ku ingin ceritakan kegelisahan ku ini kepada beliau. Ibulah yang selama ini dapat memberi ku solusi disetiap masalah yang ku hadapi. Perlahan ku dekati beliau sambil bantu memilah-milah sayuran.

“Bu… tadi sore putranya pak Salamun yang ambil pesanan gulanya. Tapi Rin nggak sempat tanya namanya siapa”
“Lha trus kenapa?” tanya ibu ku.
“Sekilas Rin lihat, dia orangnya baik kok bu. Orangnya tampan, putih, jenggotnya tipis, kata-katanya santun, kalem dan pakai pakaian muslim lagi bu”
“Hmm..hmm..hmm….” ibu ku tersenyum mendengar ucapan ku.
“Emang, baik buruknya orang bisa dinilai dari pakaiannya ya?!”
“Ibu baru tahu nih, Rin menawarkan diri ngantar sisa kembalian ingin bertemu dengan putranya pak Salamun kan?!” Canda ibu pada ku.
“Ya, tapi itu nggak pokok kok bu. Yang paling pokok kan mengembalikan uang yang bukan hak kita?! He..he..he...?” jawab ku sambil meledek ibu.
“Ibu sih nggak masalah, Rin mau mengembalikan uang atau ingin ketemu anaknya Pak Salamun. Yah… semoga saja kalau itu yang Rin harapkan jadi pendamping hidup, semoga itu yang terbaik buat Rin”
“Aamiin…” jawab ku.
“Kebetulan besok dirumah bu Warsi ada acara syukuran, ibu ikut bantu-bantu dulu disana, jadi pulangnya mungkin malam”
“Ya bu. Ya sudah bu, Rin mau tidur dulu, sudah malam”

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Anginpun menari mencari arti
Adakah ini fitrah ataukah hiasan nafsu
Didalam sunyi ia selalu hadir
Didalam sendiri ia selalu menyindir
Kadang meronta bersama air mata
Seolah tak kuasa menahan duka
[Menunggu Disayup Rindu : Al Maidany]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Lagi-lagi aku tak bisa tidur. Masih saja dihantui oleh bayang-bayang ikhwan itu. Hati ku semakin resah, bagaimana besok aku harus mengungkapkan perasaan ku padanya? Sepertinya kalau aku langsung mengungkapkan perasaan ku, itu namanya tidak sopan. Aku kan seorang akhwat, harus bisa jaga “image”.

Malam pun berlalu, dan pagi pun kembali menyapa. Selesai sarapan aku pun berangkat kerja sambil ngantar adik ku kesekolah. Tak lupa semua keperluan aku cek terlebih dahulu, termasuk uang kembalian buat pak Salamun. Ku kayuh sepeda mini tua peninggalan ayahanda bersama adik ku. Rasanya aku bahagia sekali hari ini. Sambil berjalan, Aku membayangkan,

“Bila saja aku diboncengkan ikhwan itu naik sepeda mini ini”

Duuh… alangkah indahnya, serasa dunia akan jadi milik kami berdua. Kini getar-getar cinta itu ternyata mulai memenuhi ruangan hati ku. Membuat aku tak konsentrasi kerja melayani para pembeli. Aku juga jadi sering melihat jam dinding di Toko ku. Seakan ku hitung detik demi detik yang telah terlewat.

Jam 16.00, saatnya aku diganti dengan teman-teman ku yang masuk sift kedua. Sesegara aku mengambil sepeda mini ku, ku kayuh sepada itu menuju rumah Pak Salamun. Bayang-bayang ikhwan itu masih saja mengusik dalam perjalanan ku.

Dalam kelelahan itu ku coba menanyakan kepada warga RW. 04 dimana rumah Pak Salamun. Ternyata rumahnya sudah pindah satu kilo dari rumah beliau tempati dulu. Dan akhirnya tiba juga aku disebuah rumah yang cukup mewah. Disamping rumah itu juga ada taman yang begitu indah. Hati ku semakin berdebar-debar saat aku mulai membunyikan bel yang ada didepan pintu. Tak lama kemudian keluar seorang bapak yang rambut dan jenggotnya sudah memutih dengan memakai kaos oblong dan sarung.

“Assalamu’alaikum…”

Ku ucapkan salam ku kepada beliau.

“Wa’alaikumsalam…”

Jawab beliau dengan nadanya yang begitu lirih.

“Maaf, apa benar ini rumahnya Pak Salamun?”
“Benar”
“Saya Rina pak, putrinya bu Mirah yang punya kios dipasar Bestari. Boleh saya ketemu dengan putra Bapak yang kemarin ambil pesanan gulanya Bapak?”
“Ohh… ya silahkan masuk nak… silahkan masuk. Duduk dulu, bapak panggilkan Dzaki”

Entah mengapa keringat ku tiba-tiba keluar. Degup-degup jantung ku juga semakin kencang. Sesekali ku tarik nafas dalam-dalam, dan ku keluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi ketegangan ku.

“Assalamu’alaikum…”

Tak lama kemudian dari depan ku hadir seorang ikhwan menyapa ku. Seorang ikhwan yang pernah singgah kekios ibu mengambil pesanan gula. Sesegera ku tersenyum menyambut salamnya.

“Wa’alaikumsalam…”
“Mbak yang jaga kiosnya bu Mirah ya?”
“Iya, … disamping jaga, saya juga putrinya bu Mirah?!”

Ternyata kata-kata itulah yang akhirnya membuka hati kami untuk saling bicara dan setidaknya aku juga bisa sedikit bercanda.

“Maaf mas Dzaki, kedatangan saya kesini untuk mengembalikan uang sisa pembelian gula. Kemarin uangnya kelebihan. Jadi hari ini saya disuruh ibu untuk mengembalikannya”
“Owh… jadi merepotkan. Kok mbak tau kalau nama saya Dzaki?”
“Hhmm…. Tadi bapak mas yang manggil dengan nama Dzaki. Kalau sama pelanggan atau pembeli kan kita juga harus bisa saling mengenalnya biar lebih enak melayaninya”
“Oh… Mbaknya bisa saja”

Tapi suasana kemudian jadi sedikit hening kembali, tanpa kata, tanpa suara. Hanya detak-detak jarum jam yang terdengar meski tidak begitu keras.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

“Yah… Ayah…”

Tiba-tiba dari balik ruangan ada anak kecil seusia 3 tahun berjalan-jalan cepat sambil memegang handphone menghampiri kami diruang tamu.

“Yah, ayah… ada telpon dari Ummi”
“Oh ya, mana sayang…” 
“Maaf mbak saya tinggal nerima telpon dulu ya”
“Oh ya silahkan…”

Mendengar itu, bumi serasa menjadi gempar. Hati ku semakin menyelisik bersama dalam dekapan kehampaan, terdiam menerima sebuah realita. Kini harapan itu telah pudar. Harapan agar bisa memilikinya untuk menjadi pendamping hidup dan ayah dari anak-anak ku nanti. Meski hati ku tak mengizinkan, tapi inilah kenyataan yang harus aku terima. Ingin sekali ku membuang kenyataan ini bersama bulir-bulir permata. Biar air mata ini jatuh sebagai saksi atas rapuhnya harapan ku. Tapi sekuat mungkin ku tahan segala bulir-bulir permata itu agar tak luluh. Karena memang bukanlah dia yang salah. Tapi ini salah ku yang mudah berharap pada seseorang yang singgah dalam hati ku.

“Maaf mbak, kalau saya tinggal menerima telpon. Istri cuma kasih kabar kalau pulangnya agak telat karena ada acara pengajian”
“Oh… tidak apa-apa… hmmmm”

Ku paksakan diri ku untuk tersenyum meski terasa berat.

“Maaf, saya langsung pamit. Sudah sore, takut kemalaman”
“Oh ya silahkan. Terima kasih ya. Salam buat bu Mirah”
“Hmmm… Insya Allah”

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Ku kayuh sepeda mini ku bersama genangan air mata yang memang tak bisa aku tahan. Langitpun mulai nampak gelap, seakan-akan ia menjadi tanda gelapnya hati ku saat ini.

Sampai dirumah aku langsung kekamar. Ingin ku teriak sekencang-kencangnya. Ingin ku mengadu kembali kehadirat-Nya.

Malam ini ku ingin mencoba mengapus segala gundah dan luka hati yang terjadi hari ini. Atas cinta yang tak mempertemukan ku dengannya dalam ikatan suci. Cinta yang mengajari ku untuk menerima apa yang telah terjadi.

“Rin…”
“Eh… ibu sudah pulang ya?”
“Gimana tadi uangnya sudah dikembalikan sama Pak Salamun. Ketemu dengan, siapa… Putranya pak Salamun yang tampan itu?”
“Hngg… sudah bu”
“Lho kok Rin nggak seneng?! Kan habis ketemu sama yang Rin idam-idamkan?! Kenapa mata Rin kelihatan bengap begitu?”

Ibu mendekati ku, kemudian duduk disamping ku dan mendekap ku. Dalam dekapannya aku benar-benar merasakan kehangatan kasih sayangnya.

“Kenapa Rin sedih lagi, ceritakan sama ibu”
“Mungkin dia belum jodoh Rin bu. Dia sudah punya istri dan anak”

Tanpa terasa bulir-bulir permata indah itu menetes lagi. Kini butiran itu menitik dalam dekapan ibu atas kedukaan yang ku hadapi.

“Sabar ya Rin… Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat Rin. Dia pasti akan datang disaat yang tepat”

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Sabarlah menunggu janji Allah kan pasti
Hadir tuk datang menjemput hati mu
Sabarlah menanti usahlah ragu
Kekasih kan datang sesuai dengan iman dihati
[Al Maidany]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Kata-kata ibu membuat aku merasa mempunyai harapan lagi. Memang aku harus bersabar atas apa yang terjadi. Aku juga harus yakin bahwa saat aku lahir Allah sudah menentukan

“Rizki, ajal dan jodohku”

Barangkali Allah masih merahasiakannya untuk menguji ku.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Hari demi hari tak terasa sudah sebulan lebih telah ku lalui. Ku ingin membuka lembaran baru ku, membuang jauh hari-hari yang telah berlalu, menata kembali tiap serpihan hati ku yang retak tersakiti karena sikap ku sendiri. Aku harus yakin bahwa Allah telah menyedikan jodoh untuk ku. Kalaupun Allah tidak mempertemukan kami didunia semoga diakhirat kelak kami bisa dipertemukan.

Ku jalani rutinitas hari ini dengan penuh kehangatan dan kebahagiaan. Serasa ku menemukan dunia baru. Ada juga kejutan yang ku terima dari Bu Aminah, salah satu orang tua murid privat ku. Beliau memberi ku sepasang pakaian muslimah, dan tambahan uang saku, karena putranya mendapatkan peringkat satu.

Sesampainya dirumah aku ingin memberikan surprize juga buat adik ku. Sudah lama adik ku ingin dibelikan sepatu baru. Alhamdulillah, hari ini ternyata aku bisa membelikannya. Sesekali aku juga ingin mengajaknya lagi malam ini kepasar Malam Minggu.

Kali ini ku ajak adik ku menikmat nasi goreng spesial. Disela-sela kami berdua sedang menikmati nasi goreng, tiba-tiba dari samping ku ada seoarang laki-laki duduk dan kemudian menyapa ku,

“Maaf, Mbak Rina Alfianti ya?”
“Iya benar, Maaf Anda siapa?”
“Masih ingat dengan saya, saya Wisnu Wardana yang ikut di Rohis SMA kita dulu”

Sejenak ku pandang dia, terhenyak tak menyangka dia masih mengingat ku. Sementara aku hampir lupa.

“Oh… iya.. maaf Kak. Hampir lupa. Kesini sama siapa kak?”
“Sendiri, emang mau sama siapa? Cuma ingin cari suasana untuk menenangkan pikiran”
“Ternyata Rin masih seperti yang dulu ya. Kalem, bicaranya lembut dan masih setia dengan jilbab juga”

Ucapan kak Wisnu tiba-tiba membuat ku tersenyum sipu malu. Pernah waktu SMA dulu Kak Wisnu mengungkapkan perasaannya kepada ku, tapi aku belum bisa menerimanya dihati ku. Walau sebenarnya hati ini pun juga menaruh cinta untuknya. Bukan maksud ku melukai hati seseorang, karena waktu itu aku ingin menjadi wanita yang baik, dan aku ingin bisa berprestasi. Aku memang tahu Kak Wisnu sering dapat rangking dikelasnya. Maka dari itu aku tak ingin prestasinya menurun cuma gara-gara terkena virus merah jambu. Hingga akhirnya aku sering menjaga jarak dengannya.

Entah kenapa kali ini dia hadir kembali dihadapan ku. Mungkinkah perasaannya yang dulu pernah ia utarakan kepada ku, akan ia utarakan kembali. Sebenarnya itu pun juga harapan ku yang selama ini menanti hadirnya seorang kekasih yang akan menemani hari-hari ku. Meski begitu aku juga harus bisa menjaga hati ini. Ku tak ingin hati ini tersakiti lagi untuk yang kedua kalinya.

Selesai makan nasi goreng, kami bertiga jalan-jalan mengelilingi pasar Malam Minggu. Tapi malam memang tak mengijinkan kami untuk berlama-lama menikmati pasar Malam Minggu. Langit yang tadinya nampak mendung, akhirnya kini setetes demi setetes air turun kebumi. Saat itulah kami berpisah, karena daerah kami berbeda dan tak sejalan. Tapi sepertinya hati ini tak rela bila kami cepat berpisah. Seakan-akan ada ungkapan yang masih terpendam yang coba ingin kami utarakan. Hanya tatapan mata, itu pun dengan malu-malu tuk kami saling memandang. Hingga…

“Rin, bolehkah besok Sabtu sore saya berkunjung kerumah mu bersama orang tua saya?”

Ucapan itu seolah menjawab ungkapan-ungkapan kami yang masih terpendam. Dan aku tahu ucapan itu adalah sebentuk harapannya untuk meminang ku.

“Kalau Kak Wisnu sudah mantap dan mengharapkan, silahkan…”
Sambil tersenyum ku berikan ucapan itu sebagai bentuk pengaharapan ku jua.
Ku bersyukur, hari ini memang hari yang penuh berkah. Ku kembalikan semua ini kepada sang pemilik cinta.
Sesampai dirumah sesegera ku temui ibu yang sedang istirahat sambil menjahit baju.

“Bu… maaf kalau Rin ganggu. Besok Sabtu sore Kak Wisnu yang dulu teman sekolah Rin di SMA mau silaturahim kesini bersama orang tuanya”
“Ya silahkan… kalau ada orang mau silaturahim kerumah. Semoga saja mendatangkan berkah”

Jawab ibu ku yang kelihatan lelah.

“Tapi kedatangan kak Wisnu sepertinya mau meminang Rin bu?”

Sesaat ibu mengalihkan pandangannya kepada ku. Mungkin ibu belum mempercayainya, kenapa tiba-tiba ada lelaki yang langsung ingin meminang ku.

“Rin…. Apa Rin nggak pikirkan matang-matang dulu? Ibu Cuma tidak ingin apa yang menimpa Rin dulu akan terjadi lagi”
“Insya Allah Rin sudah siap bu. Rin tahu kok siapa kak Wisnu”

Jawab ku sambil membela diri. Tapi memang itulah harapan ku dulu yang ingin mendapat cinta kak Wisnu.

“Ya sudah. Ibu cuma bisa berharap Rin cepat mendapatkan yang terbaik. Yang penting jangan lupa untuk istikharah dulu. Mohonlah bimbingan-Nya. Karena Dialah yang Maha Terbaik pemberiannya”

Malam ini ku mencoba untuk berikhtiar, jika kak Wisnu adalah yang Allah berikan untuk ku, semoga dialah yang terbaik buat ku. Ku berharap malam inilah malam semua harapan-harapan dan do’a ku selama ini terkabulkan. Dalam sujud panjangku ku mohon kehadirat-Nya:

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Oh Tuhan, seandainya telah kau catatkan
Dia milikku tercipta untuk diriku
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagiaan

Ya Allah ku mohon apa yang telah Kau takdirkan
Ku harap dia adalah yang terbaik buat ku
Kerana Engkau tahu segala isi hati ku

[Inteam : Do’a seorang kekasih]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Kini Sabtu pun hadir. Saatnya aku menata hati ini, agar niatan ini tak salah lagi. Ternyata benar, Kak Wisnu datang bersama keluarganya. Ibu dan pak RT kemudian menyambutnya. Tapi hati ini sepertinya masih berdebar-debar. Bila selama ini ku merasa sedih dalam penantian, mungkinkah hari ini adalah jawaban atas semua kesedihan itu. Setelah proses maksud keluarga selesai, sesegara ku ikut duduk diruang tamu. Ku lihat Kak Wisnu seperti tegang, seolah ia benar-benar sedang menanti jawaban ku. Dengan terbata-bata dan keyakinan hati “aku terima”. Tanpa terasa butir-butir kristal ini akhirnya jatuh karena kebahagiaan. 

Ternyata kini Allah menjawab semua do’a-do’a ku dan ibu ku selama ini.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Sejujurnya aku menghitung hari
Disertai debaran dihati
Karena ini kan jadi satu episode baru dalam hidup ku
Terus terang aku menginginkan niat ini tak mau tertahan
Semoga dia kan selami jiwa bahwa hidupnya denganku
[Faliq : Debaran]

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

Disudut lain, hati Wisnu kini semakin berdebar-debar menunggu hari-hari yang ditentukan nanti. Saat-saat yang indah, yang setelah sekian lama ia nanti. Kini cintanya yang ia pendam sejak SMA telah terbalas. Tak sekedar cinta semu, tapi cinta yang akan mengikatnya dalam ikatan suci.

.:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:. ♥ .:|:.

(Selesai.....)
SHARE TWEET

0 Isyarat


Suatu malam di sebuah rumah, seorang anak usia tiga tahun sedang menyimak sebuah suara. "Ting...ting...ting! Ting...ting...ting!" Pikiran dan matanya menerawang ke isi rumah. Tapi, tak satu pun yang pas jadi jawaban.

"Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!" suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?" tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu itu menghampiri. "Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, 'Aku ada di sekitar sini!" jawab si ibu lembut.

Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. "Teeet...teeet....teeet!"

Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. Sember lagi!

"Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'Aku ada di dekatmu! Hampirilah!" ungkap sang ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok ibu tahu?" kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai lembut rambut anaknya.

"Nak, bukan cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!" ucap si ibu penuh perhatian. 

**
Di antara KEDEWASAAN melakoni hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda, simbol, dan sejenisnya. Mungkin, itulah BAHASA TINGKAT TINGGI yang dianugerahi Allah buat makhluk yang bernama manusia.

Begitu efesien, begitu efektif. Tak perlu berteriak, tak perlu menerabas batas-batas etika; orang bisa paham maksud si pembicara. Cukup dengan berdehem 'ehm' misalnya, orang pun paham kalau di ruang yang tampak kosong itu masih ada yang tinggal.

Di pentas dunia ini, alam kerap menampakkan seribu satu isyarat. Gelombang laut yang tiba-tiba naik ke daratan, tanah yang bergetar kuat, cuaca yang tak lagi mau teratur, angin yang tiba-tiba mampu menerbangkan rumah, dan virus mematikan yang entah darimana sekonyong-konyong hinggap di kehidupan manusia.

Itulah bahasa tingkat tinggi yang cuma bisa dimengerti oleh mereka yang DEWASA. Itulah isyarat Tuhan: "Aku selalu di dekatmu, kemana pun kau menjauh!"

Simak dan pahamilah. Agar, kita tidak seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang bakso dan klakson pedagang sate ayam. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS 41:53)

SHARE TWEET

0 Cinta Untuk Bunda


____________________________________

Untuk sosok Ibu yang selalu menjadi Inspirasi
______________________________

Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
[Bunda- Melly Goeslaw]

Alunan merdu nyanyian Bunda dari Hpku seakan menyayat hati ini. Ku usap air mata dipipi dengan ujung jilbab. Lalu ku lihat nama Paman Ali muncul dilayar benda kecil ini.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Paman," sapaku.

"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh... Dara, Dara kamu bisa pulang sekarang nak Bundamu ingin sekali bertemu denganmu,'' jawab Paman Ali tanpa panjang lebar.

"Ada apa dengan Bunda? Paman, seminggu yang lalu Dara dan Arif baru kembali dari kampung paman,'' hatiku mulai diliputi rasa gelisah.

"Sebenarnya paman tidak tega untuk mengatakan ini padamu nak, tapi kamu yang sabar ya, penyakit jantung Bundamu kambuh lagi dan sekarang Bundamu ingin bertemu dengan kalian berdua''

Ya ALLAH, kuatkanlah hati hambamu ini, baru beberapa menit yang lalu HP berdering panggilan dari sebuah rumah sakit yang mengabarkan kalau Arif adikku mengalami kecelakaan, dan sekarang Bunda.

***
Aku terhanyut dalam tangisan, Hp yang tadinya berada ditanganku telah jatuh kelantai, disaat yang sama Lala sahabatku masuk melihat aku menagis ia mengambil Hpku lalu berbicara dengan Paman Ali.

Aku memberi isyarat agar ia tidak mengatakan tentang kecelakaan yangg menimpa Arif dulu, karena aku tak mau penyakit bunda semakin parah.

Kemudian dengan ditemani Lala aku menuju ke Rumah Sakit melihat Arif.

Sesampainya disana yang ramai dipenuhi pasien korban tabrakan beruntun adikku yang saat itu mengendarai motor juga ikut menjadi korban. Saat melintasi koridor rumah sakit aku melihat seorang Ibu menangis disamping anaknya yang sudah tak bernyawa lagi, seorang wartawan datang mencoba mewawancainya.

Tapi Ibu itu tidak berkata sepatah kata pun yang terdengar hanya tangisannya. Aku menangis melihatnya, ingatanku tertuju akan Bunda. Bunda pasti sangat sedih jika tahu Arif mengalami kecelakaan.

Ya RABBI, kuatkan hatiku.

Lala mengapit tanganku menuju ruang UGD, rasanya kaki ini tak sanggup lagi melangkah melihat kondisi anak Ibu tadi aku tak sanggup membayangkan apa yang terjadi dengan adikku Arif. Dan saat mata ini tertuju pada sosok tubuh yang terbaring tak sadar diri dengan keadaan yang sangat memprihatinkan.

Seorang suster berkata, "Apa mbak anggota keluarga dari pasien yang bernama Muhammad Arif?"

"Iya suster, ini kakaknya" jawab Lala.
Sementara aku lemas dalam pelukan Lala.

Ya ALLAH.....

Tiba-tiba badanku terasa lemas dan kakiku tak sanggup lagi berdiri dan semua terasa gelap.
___________________________________________

"Bunda saat dekapan hangatmu tak dapat kurasakan lagi"
____________________________________________

Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, saat kubuka mata lala telah duduk dihadapanku yang terbaring.

"Alhamdulillah kamu telah sadar Dara'' ucap Lala.

Aku langsung bangun begitu teringat Arif, ku tanyakan pada Lala bagaimana keadaan Arif.

"Sudah kamu istirahatlah dulu Dara, ada pamanmu yang menungguinya disana"

"Paman... Kapan paman datang? Lalu bagaimana dengan bunda?" pikiranku semakin gundah.

Tanpa memperdulikan larangan Lala aku berjalan keluar mencari paman. Lala mengikutiku dengan cemas.

Diluar aku melihat Paman sedang berbicara dengan seorang dokter, Paman mengatakan apa bisa Arif dibawa pulang, tapi dokter mengatakan Arif masih perlu perawatan intensif karena cedera dikakinya.

"Paman kenapa Arif harus dibawa pulang sementara keadaannya belum membaik?" tanyaku.

"Paman tahu Dara, tapi Arif harus tetap dibawa pulang untuk bertemu Bundamu setelah itu akan segera dibawa kemari lagi, Bundamu sangat ingin bertemu dengan kalian, ikut dengan paman ya,'' jelas paman Ali.

Kecurigaanku makin kuat dengan sikap paman ini, tapi kucoba tepis semua itu dengan memasrahkan semua pada ALLAH.

Paman berjalan menemui suster untuk mengurus administrasi, sedangkan aku dan Lala berjalan masuk kekamar tempat Arif dirawat.

Aku berjalan mendekati Arif yang sudah sadar, tapi kakinya masih diperban. Saat melihatnya aku menangis.

"Kak maafkan Arif, karena tidak mendengarkan kata-kata kakak, Arif masih suka ngebut dijalanan kakak"

Tak ada jawaban dariku atas penyesalan Arif, yang kulakukan hanyalah memeluknya, kutahu saat ini dia merasakan sakit yang luar biasa, biarlah pelukan ini menjadi kekuatan baginya.

***

Menjelang magrib mobil yang kami tumpangi telah jauh meninggalkan kota, dan kini yang terlihat hanyalah hamparan sawah yang berjejal disepanjang jalan, entah kenapa aku merasakan perjalanan ini sangat panjang.
_____________________________________

Pikirku pun melayang dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang tentang riwayatku
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
[Bunda - Melly Goeslaw]
_____________________________________

Teringat akan pesan terakhir Bunda sebelum aku kembali kekota 2 minggu yang lalu. Beliau berkata,

"Dara jagalah dirimu dan adikmu, mungkin Bunda tidak bisa selamanya bersama kalian, Bunda hanya bisa mendoakan kalian dari jauh. Jagalah adikmu bimbing dia dan yang paling penting jangan pernah tinggalkan shalat ya"

"Iya Bunda, Dara akan selalu ingat pesan bunda. Walaupun kami jauh dari Bunda tapi Bunda selalu ada dihati kami," ucapku sambil memeluknya.

Tanpa kusadari air mata kembali hadir dipipi, Arif menyadarkan lamunanku.

"Kakak menangis?'' tanyanya.

"Kakak teringat Bunda dik" jawabku.
***

Magrib, saat matahari sudah tenggelam kami sampai dirumahku, tapi ada apa dirumah in? Halaman rumah yang tak asing lagi bagiku dipenuhi oleh banyak orang, tapi bukan para pekerja yang dulu sering kulihat. Pekerja dipenggilingan padi milik Alm.Ayah.

Tamu-tamu itu biasanya mereka.

Ya ALLAH...

Hatiku menjerit saat mengijakkan kaki ditanah sayup-sayup terdengar alunan suara wirid yasin dari dalam rumah dan tanpa memperdulikan Arif lagi aku berlari kedalam rumah.

Ya ALLAH... Bunda...

Hatiku terasa sesak saat melihat orang yang selama ini sangat ku sayangi sudah terbujur tak bernyawa diruang tengah. Bibi mencoba menenangkanku.

"Ikhlaskan Dara, jangan ditangisi lagi kasihan Bundamu''

Dibantu bibi aku membuka kain penutup wajah Bunda, Bunda tersenyum padaku senyuman yang selalu ku rindukan pelan kudekatkan wajahku dengan terisak aku cium pipinya.

"Bunda, Dara pulang Dara janji akan selalu mengingat pesan bunda, Dara sayang bunda tunggu Dara disana ya Bun, bersama Ayah'' bisikku ditelinga Bunda.

Arif mendekat untuk melihat wajah Bunda untuk yang terakhir kali. Aku terisak tak kuat melihatnya bibi memelukku saat ini badanku kembali terasa lemas dan pandanganku menjadi gelap.

***

Malam sudah larut para takziah sudah pulang. Setelah sadar dari pingsan tadi aku tak bisa memejamkan mata, suasana rumah terasa sepi.

Kupandangi foto Ayah dan Bunda saat membuka laci meja rias bunda. Disana aku menemukan Album foto masa kecil kami, dan kubuka lembaran-lembaran kenangan yang terukir disana. Dan dihalaman terakhir aku menemukan sepucuk surat, segera kubuka dan membacanya.
____________________

Untuk kedua buah hatiku
Dara dan Arif

Dara, Arif Alhamdulillah kalian sudah besar, anak-anak Bunda bisa bersekolah dengan baik walaupun harus berpisah dengan Bunda. Bunda sudah memenuhi amanah Alm.Ayah kalian walau sangat berat bagi Bunda melepas kalian sekolah jauh dari Bunda, tapi Bunda ini semua demi kebaikan kalian, demi masa depan kalian.

Dara jaga adikmu nak, ingat selalu pesan Bunda. Arif jangan kecewakan kakakmu laginya

Bunda sayang kalian.
__________________

Kulipat surat itu dengan linangan air mata.
"Bunda maafin Arif ya"
Tanpa kusadari Arif sudah berada dibelakangku dengan kursi rodanya.
"Mulai sekarang kita buat Ayah dan Bunda bangga ya dik," ucapku sembari memeluknya.

Hujan tak turun malam ini, tapi ribuan butir air telah tumpah dihati kami lewat sujud dan untaian doa dipenghujung malam do'a untuk Ayah dan Bunda.

***
Sumber Source : Muhasabah Cinta



SHARE TWEET

0 Diri yang Merana



Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra'fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra'fat mengalami penyakit di atas.

Ra'fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra'fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra'fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou, China. Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra'fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra'fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.

"50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!" jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra'fat berkata, "Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal." Ra'fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, "Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda."

Bagi Ra'fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra'fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra'fat berkata, "Maafkan aku, Ra'fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa... Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur..."

Itulah yang disampaikan Ra'fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra'fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra'fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, "Ya Allah.... rupanya keluarga yang mencintai aku.... harta banyak yang aku miliki... perusahaan besar yang aku punya.... semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari penyakit ini! Semuanya tak ada guna... semuanya sia-sia!"

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra'fat bertambah lemah. Ia hanya mampu perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra'fat dan supirnya yang berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial yang tak akan terlupakan untuk Ra'fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra'fat melihat ada seorang wanita berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam) tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung. Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra'fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama. Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra'fat tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra'fat memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra'fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang wanita. Entah apa yang membuat Ra'fat menjadi penasaran. Keingintahuannya membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra'fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut namun salamnya tiada terjawab. Ra'fat pun bertanya kepada wanita tersebut dengan suara lemah, "Ibu..., apa yang sedang kau lakukan?"

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil daging wanita itu berkata, "Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan memasakkan sup daging yang lezat buat mereka...."

Subhanallah. ...! bergetar hebat relung batin Ra'fat saat mendengar penuturan kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra'fat melangkah ke arah toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada petugas toko, "Pak..., tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!"

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra'fat membuat wanita tadi menghentikan kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra'fat. Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra'fat seolah ia berterima kasih lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra'fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun berkata, "Pak..., tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun penuh!" Serta-merta Ra'fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra'fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

"Allahumma ya Allah... berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki. Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia kesehatan lahir dan batin.....dst"

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra'fat. Ia mulai merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hampir saja Ra'fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra'fat pantang menangis..., apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra'fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya, keajaiban yang ditambah saat Ra'fat membuka dan menutup pintu mobil dengan gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra'fat. Sepanjang jalan di atas kendaraan Ra'fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra'fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra'fat, sang kerabat berkata, "Ra'fat..., janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit."

Awalnya Ra'fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa anaknya kembali datang ke China. Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter pun bertanya keheranan kepada Ra'fat dan keluarga:

"Aneh....! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra'fat rusak parah dan harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver ini menjadi sempurna lagi?!"

Kalimat dokter itu membuat Ra'fat dan keluarga menjadi bahagia. Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra'fat dari penyakit dengan begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak mutiara Cahaya Langit.

(Note Lutfi S Fauzan)

SHARE TWEET

0 Sebuah Nasib dari Hidup


NB : Buat teman-teman yang merasa artikel ini bermanfaat , bisa klik share/copas , untuk berbagi dengan yang lain. terima kasih

Alkisah jaman dahulu kala ada seorang petani miskin yang hidup dengan seorang putera nya. Mereka hanya memiliki seekor kuda kurus yang sehari-hari membantu mereka menggarap ladang mereka yang tidak seberapa. Pada suatu hari, kuda pak tani satu-satu nya tersebut menghilang, lari begitu saja dari kandang menuju hutan.Orang-orang di kampung yang mendengar berita itu berkata: 

“Wahai Pak Tani, sungguh malang nasibmu!”. 

Pak tani hanya menjawab, “Untung atau malang siapa yang tahu? 

Keesokan hari nya, ternyata kuda pak Tani kembali ke kandangnya, dengan membawa 100 kuda liar dari hutan. Segera ladang pak Tani yang tidak seberapa luas dipenuhi oleh 100 ekor kuda jantan yang gagah perkasa. Orang2 dari kampung berbondong datang dan segera mengerumuni “koleksi” kuda-kuda yang berharga mahal tersebut dengan kagum. Pedagang-pedagang kuda segera menawar kuda-kuda tersebut dengan harga tinggi, untuk dijinakkan dan dijual. Pak Tani pun menerima uang dalam jumlah banyak, dan hanya menyisakan 1 kuda liar untuk berkebun membantu kuda tua nya. 

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: 

“Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. 

Pak tani hanya menjawab, “Untung atau malang siapa yang tahu?”

Keesokan hari nya, anak pak Tani pun dengan penuh semangat berusaha menjinakan kuda baru nya. Namun, ternyata kuda tersebut terlalu kuat, sehingga pemuda itu jatuh dan patah kaki nya. 

Orang-orang di kampung yang melihat peristiwa itu berkata: 

“Wahai Pak tani, sungguh malang nasibmu!”. 

Pak tani hanya menjawab, “Untung atau malang siapa yang tahu? “

Pemuda itupun terbaring dengan kaki terbalut untuk menyembuhkan patah kaki nya. Perlu waktu lama hingga tulang nya yang patah akan baik kembali. 

Keesokan hari nya, datanglah Panglima Perang Raja ke desa itu. Dan memerintahkan seluruh pemuda untuk bergabung menjadi pasukan raja untuk bertempur melawan musuh di tempat yang jauh. Seluruh pemuda pun wajib bergabung, kecuali yang sakit dan cacat. Anak pak Tani pun tidak harus berperang karena dia cacat. 

Beberapa hari kemudian mendapat kabar bahwa Pasukan yang dipimpin Panglima kerajaan menerima kekalahan dan semuanya mati.

Orang-orang di kampung berurai air mata mendengar kabar tersebut, dan berkata: 

“Wahai Pak tani, sungguh beruntung nasibmu!”. 

Pak tani hanya menjawab, “Untung dan malang siapa yang tahu? “ 

***

Sahabat, kita manusia adalah makhluk yang lemah. Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan untuk memahami rangkaian kejadian yang diskenariokan Sang Maha Pencipta. Apa-apa yang kita sebut hari ini sebagai “kesialan”, barangkali di masa yang akan datang adalah jalan menuju “keberuntungan” . 

Maka orang-orang seperti Pak Tani di atas, berhenti untuk “menghakimi” kejadian dengan label-label “beruntung”, “sial”, dan sebagainya. 

Karena, siapalah kita ini menghakimi kejadian yang kita sunguh tidak tahu bagaimana hasil akhirnya nanti. Berapa banyak orang-orang sukses berawal dari kebangkrutan, anak yatim, drop out sekolah dsb. 

Maka berhentilah menghakimi apa–apa yang telah terjadi , datangnya PHK , Paket Hengkang , Mutasi, bangkrut dsb . . . .yang selama ini kita sebut dengan “kesialan” , “musibah ” dll , karena .. bisa jadi disitulah permulaan Anda akan menjadi DIRI Anda yang sebenarnya....dan permulaan menuju KESUKSESAN.

“Hadapi badai kehidupan sebesar apapun. Tuhan takkan lupa akan kemampuan kita. Kapal hebat diciptakan bukan untuk dilabuhkan di dermaga saja.” 

Hal semacam ini juga sering terjadi pada diri kita jika kita mau memperhatikannya. 

Apapun yang Anda hadapi Keberuntungan Atau Kemalangan, semuanya baik buat Anda!


Wassalam

SHARE TWEET

Sabtu, 01 September 2012

0 Biaya Tinggi untuk Atasi Serangan Spesies Asing

Beberapa alien tiba sebagai penumpang gelap. Yang lainnya dibawa secara sengaja, untuk hobi ataupun demi keuntungan. Dan yang lainnya lagi berukuran sangat kecil sampai tidak ada yang menyadari kedatangan mereka hingga semuanya sudah terlambat.

Mereka menjadi mimpi buruk. Mereka membunuh dan melahap penghuni asli, mencuri rumah mereka, menulari mereka dengan patogen. Apakah ini film fiksi ilmiah? Bukan: invasi alien kini benar-benar tengah terjadi.

Ikan karp Asia yang sampai di llinois River di Peoria, Illinois, AS. (Foto: Mira Oberman/AFP)Hal ini bisa terjadi di kebun Anda. Di hutan tempat Anda ingin merasa menyatu dengan alam. Hal ini hampir pasti terjadi di peternakan yang memproduksi makanan Anda.

Inilah kisah spesies yang dibawa manusia ke habitat yang baru hingga mereka menyebar tak terkendali, mengusir satwa liar endemik dan menjadi hama utama.


"Spesies yang menginvasi tersebut memiliki dampak besar di seluruh dunia. Di beberapa negara, bahkan mengakibatkan ongkos sangat tinggi," kata Dave Richardson, direktur Centre of Excellence for Invasion Biology di University of Stellenbosch, Afrika Selatan.

International Union for Conservation of Nature (IUCN), mengadakan sebuah konferensi di Korea Selatan pada bulan depan, dan mengatakan bahwa penebangan liar adalah sumber terbesar ketiga dari ancaman spesies.

Seperti contohnya tupai abu-abu Amerika yang menggusur tupai merah Inggris. Atau ular piton Burma, yang sering memangsa mamalia kecil di Everglades, Florida.


Tupai abu-abu Amerika yang menggusur tupai merah Inggris. (Foto: ALFREDO ESTRELLA/AFP/File)Spesies yang menginvasi menimbulkan kerugian lebih dari $ 1,4 triliun (sekitar Rp 13,4 kuadriliun) setiap tahun, atau lima persen dari PDB negara di seluruh dunia, seperti pada perkiraan yang dibuat 11 tahun yang lalu.

"Angka-angka tersebut kontroversial karena sulit untuk menempatkan angka pasti untuk hal-hal seperti ini," kata Tim Blackburn, direktur Institute of Zoology di Zoological Society of London.


"Tapi dampak tersebut luas dan memengaruhi begitu banyak aspek kehidupan. Biaya tersebut berpotensi untuk meningkat saat kita memindahkan spesies lebih banyak lagi ke daerah yang bukan habitatnya."

Kebanyakan kerugian timbul secara tidak langsung. Misalnya, petani AS menggunakan banyak pestisida untuk mengendalikan gulma, sementara di Eropa tengah, lahan mereka dipenuhi hogweed raksasa atau semak Asia beracun.

Contoh lain adalah kelinci Eropa, yang awalnya dijadikan sebagai makanan oleh pemukim Inggris di Australia dan Selandia Baru namun kemudian dibenci karena menginvasi padang rumput dan tanaman.

Seekor kelinci Eropa di dekat kebakaran hutan Rylstone, barat laut Sydney. Kelinci ini diperkenalkan oleh pendatang dari Inggris dan Eropa untuk bahan makanan, namun kini merusak padang rumput dan panen. (Foto: TORSTEN BLACKWOOD/AFP)Di Amerika Serikat bagian selatan, ikan gurame Asia diimpor pada 1970-an untuk membantu membersihkan ganggang di kolam lele komersial. Banjir kemudian membawa ikan gurame tersebut ke dalam ekosistem Sungai Mississippi, dan kini mereka mengancam pemancingan untuk hobi dan komersial di Great Lakes.

Spesies yang menginvasi telah mengikuti manusia ke seluruh wilayah yang baru mereka tempati.

Orang-orang Polinesia menyapu bersih spesies burung yang tak terhitung jumlahnya saat mereka berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya melintasi Pasifik selama delapan abad, membawa pergi tikus jauh dari tempat asalnya dengan kano mereka.

Tren itu berkembang pesat pada awal hingga pertengahan abad ke-19.

Spesies Eropa yang dikirim ke koloni di Afrika dan Australasia sebagai makanan atau untuk hewan peliharaan, dan binatang eksotis dibawa kembali ke Eropa.

"Ada perkembangan besar dari 'aklimatisasi masyarakat ', yang secara khusus dibentuk untuk memperkenalkan spesies baru ke seluruh dunia," kata Blackburn.

"Bahkan Zoological Society of London, organisasi tempat saya bekerja, membayangkan sebuah zaman keemasan saat kita akan melihat kawanan banteng Afrika yang berkeliaran di selatan Inggris."

Perjalanan yang kini lebih cepat — dengan kapal laut atau pesawat jet — dapat mempercepat masalah karena maraknya perdagangan spesies global.

Sakit kepala yang ditimbulkan oleh kerang zebra, yang telah memenuhi saluran air di AS setelah perjalanan panjangnya dari Eropa. Contoh lain adalah tungau verroa, yang dilaporkan di negara-negara di tiga benua, yang memusnahkan lebah madu yang banyak membantu dalam penyerbukan tanaman.

Bahkan jamur chytrid yang berukuran mini yang menyebar bersama amfibi liar melalui penjualan katak peliharaan dan katak untuk dikonsumsi. Saat populasi katak menurun, populasi serangga pun meningkat — lagi-lagi kerugian secara tidak langsung.

Di banyak negara, pengawasan perbatasan nasional sering lemah dan hukum penuh dengan celah karena kepentingan sekelompok orang yang memperdagangkan spesies dari daerah lain, kata Richardson.

Dia mengatakan bahwa tidak ada tempat mana pun yang benar-benar menerapkan prinsip “biaya polutan”, yang mana seseorang yang menyebabkan timbulnya hama harus membayar untuk menyingkirkan hama tersebut.

Sementara kerja sama internasional, kini telah ada kemajuan — misalnya, dalam konvensi laut yang mewajibkan kapal mengganti pemberat mereka di tengah laut.

Tapi "dalam banyak kasus, perjanjian dan konvensi tidak memiliki kekuatan lagi," kata Richardson.

Pemberantasan ancaman tersebut sangatlah mahal dan sering kali tidak mungkin dilakukan, karena memerlukan banyak tenaga kerja, kadang-kadang berlangsung selama bertahun-tahun. Memperkenalkan hewan predator atau serangga untuk menyerang hewan asing itu terkadang malah membuat keadaan semakin buruk.

Jean-Philippe Siblet, direktur Natural Heritage di Museum of Natural History Prancis, mengatakan bahwa pemberantasan harus dilakukan dengan “cerdas”.

Pemerhati lingkungan harus dapat membedakan antara spesies mana yang berguna, yang diperkenalkan dan yang akan menjadi masalah.

"Ini adalah globalisasi alam, dan kita akan sangat sulit menghentikannya," katanya.
SHARE TWEET

0 Samsung Kalah Gugatan, Android "Deg-Degan"


Android berada di "lampu kuning" menyusul kegagalan Samsung memenangi gugatan atas Apple di Amerika Serikat. Masa depan sistem operasi Google Android berada di ujung tanduk, karena kekhawatiran Samsung tak boleh lagi mengembangan piranti berbasis sistem itu.

Apple-Samsung bertarung di pengadilan selama sekitar satu tahun. Banyak pihak membaca, pertarungan itu lebih dari sekadar sengketa paten antara dua musuh bebuyutan di pasar smartphone dan komputer tablet dunia.

Apple mengklaim bahwa sistem operasi Android, yang menjadi motor smartphone Samsung, secara ilegal merupakan contekan perangkat lunak dan desain dari produk andalan mereka - iPhone dan iPad. Pendiri Apple, Steve Jobs, pernah menyatakan ia akan berusaha untuk menghancurkan Android.

Menurut situs Reuters, kemenangan Apple memiliki implikasi luas di seluruh industri smartphone dan komputasi mobile, serta mempengaruhi dominasi Android dalam smartphone.

Pada kuartal kedua tahun ini, tujuh dari 10 smartphone yang terjual di seluruh dunia memanfaatkan sistem Android.

Samsung Electronics Co Korea Selatan telah memainkan peran utama dalam popularitas Android. Perusahaan ini menjual hampir 50 juta smartphone dari April sampai Juni, setengah dari total penjualan ponsel Android di seluruh dunia.

Itulah alasan Google memberikan nasihat hukum dan bantuan lainnya untuk Samsung dalam gugatan itu. "Dalam hal ini, Apple tidak menargetkan Samsung sendiri dalam kasus ini. Mereka juga membidik Android," kata seorang sumber.

Meski kesannya Apple hanya "menghajar" Samsung di pengadilan, namun sejatinya mereka juga berusaha untuk memberikan tekanan pada para pembuat ponsel Android lain seperti HTC dan LG.
SHARE TWEET

0 Seorang Wanita Ikut Mencari Dirinya yang 'Hilang'


Seorang perempuan dilaporkan hilang dalam tur ke Eslandia. Tanpa disadari, perempuan yang hilang itu justru bergabung dalam proses pencarian untuk dirinya. Bagaimana cerita lengkapnya?

Menurut Reykjavik Grapevine, seorang wanita yang digambarkan sebagai "Asia, tinggi 160 cm, mengenakan pakaian warna gelap dan berbicara bahasa Inggris dengan baik" dilaporkan hilang pada Sabtu dekat jurang vulkanik Eldgjá di Eslandia selatan.

Wanita tersebut dilaporkan turun dari bus tur dan tidak pernah kembali. Proses pencarian pun berjalan sepanjang akhir pekan. Ternyata perempuan itu hanya berganti pakaian saat bus berhenti untuk istirahat, dan saat ia kembali ke bus dengan baju baru, tidak ada satu pun penumpang bus yang mengenali dia. 

Saat ada pengumuman orang hilang, si perempuan ini tidak merasa bahwa orang hilang yang dimaksud adalah dirinya. Maka ia pun bergabung membantu tim pencarian.

Sekitar 50 orang bergerak mencari di area tersebut dengan kendaraan dan berjalan kaki, helikopter pun siap membantu. Kemudian wanita itu tersadar bahwa mungkin dia adalah orang yang diduga hilang itu, lalu ia melaporkan diri ke polisi. Proses pencarian pun dihentikan pada Minggu pagi
SHARE TWEET

0 Israel Kembali Bombardir Gaza



Dua warga Palestina Sabtu pagi terluka pada saat Israel meluncurkan serangan udara di kamp-kamp pelatihan di wilayah kantong tersebut, kata sumber medis di Jalur Gaza.
Seorang juru bicara layanan medis dan darurat Gaza mengatakan dua warga sipil, masing-masing berusia 40 dan 25 tahun, luka-luka ketika satu jet tempur Israel menyerang kamp pelatihan sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, sebelah baratlaut Gaza city.

Satu serangan udara terpisah ditargetkan pada satu kamp pelatihan Al Ahrar, satu gerakan kecil yang dekat dengan Hamas. Tidak ada korban dalam serangan itu.
Satu pernyataan militer Israel mengkonfirmasi bahwa "pesawatnya menargetkan dua situs aktivitas teror di Jalur Gaza utara. Tembakan langsung dikonfirmasi."
"Tempat-tempat itu ditargetkan dalam menanggapi serangan roket terus menerus terhadap Israel selatan," kata pernyataan itu.

Serangan itu terjadi kurang sehari setelah sebuah roket ditembakkan dari Jalur Gaza pada Jumat pagi dan menghantam satu rumah di Israel selatan, merusak atap dan membuat seorang wanita memerlukan penanganan karena syok.
Roket lain menimpa di wilayah Ashkelon pada Jumat pagi tanpa menimbulkan korban atau kerusakan.

Satu kelompok Salafi mengaku bertanggung jawab atas penembakan dua roket itu.
Serangan itu adalah yang terbaru dalam serangkaian roket yang ditembakkan dari Gaza dalam sepekan terakhir yang diakui oleh kelompok garis keras.

Meskipun telah terjadi gencatan senjata informal antara Hamas dan Israel, namun ketegangan meningkat secara berkala di perbatasan Gaza-Israel, dengan gerilyawan Palestina menembakkan roket ke negara Yahudi itu dan pembalasan militer Israel meluncurkan serangan udara di wilayah Palestina.

Serangan besar terakhir terjadi pada Juni, ketika para pejuang menembakkan lebih dari 150 roket ke Israel selatan, melukai lima orang, dan Israel membalas dengan serangan udara yang menewaskan 15 warga Palestina.

SHARE TWEET

0 Roket Gaza Hancurkan Dua Pabrik Israel



Yerusalem (AFP/ANTARA) - Tiga roket ditembakkan oleh militan Gaza menghantam sebelah selatan Israel pada Minggu, merusak dua pabrik di kota perbatasan Sderot, tetapi tanpa menimbulkan korban, kata tentara Israel.

"Dua roket menghantam dua pabrik di zona industri di Sderot, sementara yang ketiga meledak di sebuah lapangan di dekatnya," kata seorang juru bicara, merujuk pada sebuah kota yang berpenghuni sekitar 24.000 orang, yang terletak kurang dari satu kilometer dari perbatasan dengan Hamas-Jalur Gaza.

Tidak ada yang terluka, tapi dua orang dirawat karena syok, ia menambahkan.

Ketegangan sering terjadi di sepanjang perbatasan antara Israel dan Jalur Gaza, dengan militan Palestina menembakkan roket ke negara Yahudi dan militer Israel meluncurkan serangan udara balasan di wilayah Palestina.

Serangan terbesar terakhir terjadi pada Juni ketika militan menembakkan lebih dari 150 roket ke sebelah selatan Israel, melukai lima orang, dan Israel membalas dengan serangan udara yang menewaskan 15 warga Palestina.

SHARE TWEET