Cari Blog Ini

Jumat, 21 September 2012

0 Mengambil Hikmah Berita Heboh Pak Tifatul Bersalaman dengan Michele Obama.




Akhir-akir ini ada berita heboh...
Beritanya ramai dimuat di berbagai media lokal maupun international..
Mulai dari Yahoo News, Kompas, Tempo, bahkan Washington Post, Huffington Post, serta sejumlah media lokal seperti Chicago Tribune, kota asal Obama, juga menulis. Di Australia, Daily Telegraph, juga menurunkan laporan soal insiden ini.
Mereka semua menggunjingkan Pak Tifatul Sembiring yang tertangkap kamera saat bersalaman dengan Michelle Obama. Bahkan sampai ada yang mengulas dengan judul ”Dusta Tifatul”.
Pak Tifatul Sembiring pun memberikan komentarnya di Twitter :

Saya tetap pada pendirian atau sikap untuk tidak bersalaman dengan wanita yang bukan muhrim, demikian kalimat pertama Tifatul dalam twitternya.
Ini pandangan fikih Islam yang saya fahami. Saya juga tahu ada tokoh-tokoh besar muslim yang tetap bersalaman dengan wanita bukan muhrim, itu urusan yang bersangkutan.
Namun kadang-kadang ada situasi mendadak atau bertemu dengan orang-orang yang tidak tahu sikap saya ini.
Biasanya dalam situasi acara kenegaraan atau kadang-kadang selepas mengisi pengajian di majelis taklim, ada beberapa ibu-ibu yang berebut mau bersalaman.
Dalam keadaan begitu, sentuhan dan bersalaman tidak bisa saya hindari. Saya memaklumi situasinya, hal ini tidak merubah pendapat saya semula.
Inilah yang terjadi ketika bertemu Bu Michele Obama, beliau tamu negara, saya agak menahan tangan Obama saat bersalaman, lalu sampaikan pesan.
Menyusul dengan Bu Michele, ini yang saya sebut dengan situasi terdadak. Saya majukan dua tangan, seperti cara orang Sunda bersalaman.
Dan terjadilah insiden salaman itu. Setelah kembali ke kantor, saya baca di twitter ada mention
Kok Tifatul bersalaman dengan Bu Michele, tapi kalau dengan kita-kita perempuan tidak mau bersalaman.
Saya jawab di TL saya, Sudah ditahan 2 tangan, eh Bu Michele nya nyodorin tangannya maju banget...kena deh.
Saya merasa heran juga hal ini kemudian dikembangkan dan menjadi berita internasional.
Ada orang menuduh saya bohong, ini orang tidak saya layani lagi. Saya block sebab selalu berpandangan negatif terhadap apapun yang saya lakukan.
Lalu Metro TV mengulasnya, menurut saya agak berlebihan dengan membuat judul "Dusta Tifatul". Tidak ada dusta di situ, itu prinsip saya. 
Dalam situasi tertentu ada hal-hal yang saya tolerir dan hal tersebut dalam Islam tidak termasuk Kabair (dosa2 besar). Mudah-mudahan teman-teman memaklumi.Sahabat Hikmah...
Dengan berita heboh ini kita bisa mengambil HIKMAH...
Mengapa Pak Tifatul tetap berprinsip tidak bersalaman dengan perempuan bukan mahram ?
Dan mengapa banyak tokoh ulama lain yang mau bersalaman dengan perempuan bukan mahram ?
Dan mengapa hanya bersalaman dengan perempuan yang bukan mahram menjadi aib dan berita besar buat Pak Tifatul Sembiring yang mantan Presiden PKS yang punya semoyan : BERSIH dan PEDULI ini ?
Ini mungkin menjadi pertanyaan besar buat kita semua.
Dan untuk mendapatkan HIKMAH marilah menengok kepada sumber HIKMAH yaitu firman Allah (Al Quran) dan sabda Rasulullah (As Sunnah).

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa : 59)

Berkenaan bersalaman antara laki-laki ddengan perempuan yang bukan muhrim ada dua pendapat:

1. Pendapat pertama, tidak boleh bersalaman dengan permpuan yang bukan muhrim dengan dalil:

Pertama, Rasulullah bersabda: “Tidak pernah aku menyentuh tangan perempuan (ajnabi/bukan mahram)” (HR At-Thabrani, dari Uqailah binti Ubaid).

Kedua, dalam bai’ah sekalipun Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a mengenai bai'ah yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallaahu ’alaihi wa sallam terhadap beberapa orang perempuan, Aisyah r.a berkata: " Demi Allah, tangan baginda tidak menyentuh seorang perempuan pun dalam pembai'atan itu. Baginda hanya membai'ah mereka dengan perkataannya: "Benar-benar telah aku bai'ah kamu atas hal itu." (Riwayat Bukhari)

Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya Fathul Bari berkata: "Maksud ucapan Rasulullah: "Benar-benar telah bai'ah kamu dengan ucapan." Adalah ucapan tanpa berjabat tangan sebagaimana yang biasa terjadi, di mana lelaki berjabat tangan sewaktu bai'ah dilakukan.”

Dari Abdullah bin Amr bin al-Asr. berkata: "Rasulullah tidak pernah berjabat tangan tangan dengan perempuan dalam pembai'atan." (Riwayat Imam Ahmad)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan. Ucapanku kepada seorang perempuan seperti kataku pada seratus perempuan.”(HR Ibnu Hibban, Malik & Nasa’i) 

Mengikuti Rasulullah adalah suatu keutamaan, karena Allah Subhanahhu wa ta’ala berfirman:

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab : 21)

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran : 31)

Ketiga, menyentuh perempuanyang bukan mahram adalah dosa besar (kabair)
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :”Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak dibolehkan baginya .” (Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Kabir XX/211 dengan isnad hasan)

Dan meninggalkan apa yang dilarangnya adalah suatu kewajiban.
”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS Al Hasyr : 7) 

2. Pendapat kedua, yang membolehkan laki-laki bersalaman (mufashahah) dengan perempuan yang bukan muhrim, berdasarkan dalil:
Pertama, diriwayatkan dari ‘Ummu ‘Athiyyah r.a. yang berkata: “Kami telah membai’at Rasulullah Saw, lalu Beliau membacakan kepadaku ‘Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu’, dan melarang kami melakukan ‘nihayah’ (histeris menangis mayat), karena itulah seorang wanita dari kami menggenggam (melepaskan) tangannya (dari berjabat tangan) lalu wanita itu berkata: ‘Seseorang (perempuan) telah membuatku bahagia dan aku ingin (terlebih dahulu) membalas jasanya’ dan ternyata Rasulullah Saw tidak berkata apa-apa. Lalu wanita itu pergi kemudian kembali lagi.” [HR. Bukhari].
Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ummu ‘Athiyyah r.a. ini yang dijadikan dalil oleh sebagian ulama yang membolehkan berjabat tangan dengan bukan mahram. Namun demikian kebolehan tersebut dengan syarat tidak disertai syahwat. Kalau ada syahwat maka hukumnya haram.

Kedua, diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. yang berkata: “Seorang wanita mengisyaratkan sebuah buku dari belakang tabir dengan tangannya kepada Nabi Saw. Beliau lalu memegang tangan itu seraya berkata, ‘Aku tidak tahu ini tangan seorang laki-laki atau tangan seorang wanita.’ Dari belakang tabir wanita itu menjawab: ‘Ini tangan seorang wanita.’ Nabi bersabda, ‘Kalau engkau seorang wanita, mestinya kau robah warna kukumu (dengan pacar)’.” [HR. Abu Dawud].

Ketiga, dalil lain yang membuktikan bahwa hukum mushafahah adalah mubah adalah dari firman Allah SWT: “…atau kamu telah menyentuh wanita…” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 43). Ayat ini merupakan perintah bagi seorang laki-laki untuk mengambil air wudlu kembali jika ia menyentuh wanita. Wanita yang ditunjuk oleh ayat itu bersifat umum, mencakup seluruh wanita, baik mahram maupun bukan. Dengan kata lain, bersentuhan tangan dengan wanita bisa menyebabkan batalnya wudlu, namun bukan perbuatan yang diharamkan. Sebab, ayat tersebut sebatas menjelaskan batalnya wudlu karena menyentuh wanita, bukan pengharaman menyentuh wanita. Oleh karena itu, menyentuh tangan wanita —tanpa diiringi dengan syahwat— bukanlah sesuatu yang diharamkan, alias mubah.

Keempat, Adanya riwayat-riwayat lain yang membolehkan mushafahah adalah sebagai berikut.

Imam ar-Razi dalam at-Tafsir al-Kabîr, juz 8, hal. 137 menuturkan sebuah riwayat bahwa ‘Umar ra telah berjabat tangan dengan para wanita dalam bai’at, sebagai pengganti dari Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani bahwa Umar bin Khaththab berjabat tangan dengan para wanita sebagai pengganti dari Rasulullah Saw.

Imam al-Qurthubi di dalam al-Jâmi’ al-Ahkâm al-Qurân, juz 18, hal. 71, juga mengetengahkan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw mengambil bai’at dari kalangan wanita. Diantara tangan Rasulullah Saw dan tangan wanita-wanita itu ada sebuah kain. Kemudian Rasulullah Saw mengambil sumpah wanita-wanita tersebut. Dituturkan pula bahwa setelah Rasulullah Saw selesai membaiat kaum laki-laki Rasulullah Saw duduk di shofa bersama dengan Umar bin Khaththab yang tempatnya lebih rendah. Lalu, Rasulullah Saw membai’at para wanita itu dengan bertabirkan sebuah kain, sedangkan Umar bin Khaththab berjabat tangan dengan wanita-wanita itu.

Sahabat Hikmah…
Dari uraian di atas, kita akan lebih BIJAK memahami setiap perbedaan.
Dan kita bisa mengikuti Rasulullah sebagai keutamaan dan bentuk kehati-hatian,
atau bila terpaksa seperti Pak Tifatul Sembiring pun kita akan memakluminya.
Dan kita juga bisa mengambil hikmah bahwa orang yang baik akan selalu dicari kelemahannya, terutama oleh lawan-lawannya. 
Padahal musibah yang sedang melanda masih terus terjadi..
Apakah musibah Mentawai dan Gunung Merapi lebih penting dari pada orang bersalaman sehingga sampai dibahas oleh seluruh orang di dunia ?

Wallahu a’lam bi showab.

SHARE TWEET

0 comments:

Posting Komentar

Tolong yah Kawan untuk berbagi komentar anda di blog saya, satu kata yang anda tulis sejuta pahalanya bagi anda ^^v